SUKABUMIUPDATE.com - Tegalbuleud belakangan viral di media sosial usai salah satu postingan Instagram menyebut daerah Sukabumi ini menjadi perbatasan Australia dan Indonesia. Postingan itu diunggah oleh akun @txtdarisukabumi pada Jumat, 2 Februari 2024.
"Diumur berapa kalian tau kalo Tegalbuleud itu perbatasan Indonesia dan Australia?" tulis keterangan unggahan Instagram/@txtdarisukabumi dikutip Selasa (6/2/2024).
Pantauan sukabumiupdate.com di Instagram, hingga Selasa (6/2/2024), postingan Instagram tentang Tegalbuleud perbatasan Indonesia-Australia sudah disukai lebih dari 808 pengguna dan mendapatkan 55 komentar.
Lantas, benarkah Tegalbuleud perbatasan Indonesia-Australia? Cek hasil penelusuran redaksi sukabumiupdate.com tentang fakta kebenarannya!
Hasil Cek Fakta Sukabumi: Tegalbuleud Perbatasan Indonesia-Australia
Sejarawan Sukabumi, Irman Firmansyah mengatakan kalimat "Tegalbuleud perbatasan Indonesia-Australia" sebenarnya merupakan guyonan masyarakat terkait peristiwa di Tegalbuleud.
Guyonan muncul karena perbatasan Indonesia dan Australia yang sebenarnya adalah lautan yang diputuskan melalui perjanjian perbatasan maritim tanggal 16 Maret 1997. Diantaranya meliputi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan batas landas kontinen Indonesia-Australia dari perairan selatan Pulau Jawa, termasuk perbatasan maritim di Pulau Ashmore dan Pulau Christmas.
Baca Juga: Pengunjung Kecewa Termakan Hoax Diskon, Ini Kata HRD Toserba Tiara Sukabumi
Menurut Irman yang juga sebagai Ketua Yayasan Dapuran Kipahare, wilayah kecamatan Tegalbuleud Sukabumi sendiri batas wilayah selatannya secara resmi adalah Samudera Indonesia.
Guyonan sendiri muncul karena Tegalbuleud Sukabumi adalah salah satu Pelabuhan yang digunakan oleh para pencari suaka untuk menyebrang ke Australia karena cukup dekat terutama ke pulau Christmas.
"Jarak yang hanya 355 km dari Dermaga Pasir Tegalbuleud ke Pulau Christmas hanya membutuhkan 2-3 jam untuk sampai ke pulau milik Australia tersebut, sehingga sering disebut hanya selemparan batu", tutur Irman ketika dihubungi sukabumiupdate.com, Senin (5/2/2024).
Oleh karena itu, lanjut Irman, jika ada sesuatu hal maka ungkapan yang muncul adalah Tegalbuleud perbatasan Australia, seolah kita tinggal melompat saja sudah sampai ke Australia.
Meskipun Ungkapan "Tegalbuleud perbatasan Indonesia-Australia" disebut guyonan, namun memiliki dasar secara sejarah.
Cerita historis menyebutkan, Tegalbuleud Sukabumi memang digunakan oleh rombongan Prabu Siliwangi saat melarikan diri dari kejaran pasukan Banten untuk bisa menyebrang ke Nusa Larang yang banyak menganggap bahwa Nusa Larang tersebut sekarang disebut Pulau Christmas.
Baca Juga: Harmoni Gereja Sidang Kristus dan Masjid Agung di Kota Sukabumi
Berdasarkan penjelasan Irman Firmansyah yang juga sudah menulis buku Soekaboemi the Untold Story, pernyataan "Tegalbuleud perbatasan Indonesia-Australia" ramai sebagai salah satu guyonan masyarakat zaman dahulu.
Maka dari itu, unggahan "Tegalbuleud perbatasan Indonesia-Australia" belum sepenuhnya benar. Hal ini, kata Irman, masih relevan dan sah sebagai bagian dari narasi kebudayaan dengan kisah sejarah masa lalu. Kemudian yang perlu digarisbawahi agar tidak keliru adalah perbatasan yang dimaksud merupakan wilayah lautan bukan daratan.
Pulau Christmas Sukabumi
Menyingkap Fakta "Tegalbuleud perbatasan Indonesia-Australia", Pulau Christmas Sukabumi ikut disinggung dalam cerita historis masa lalu. Pulau Christmas dikenal juga dengan nama bahasa Inggrisnya, yakni Christmas Island.
Berjarak sekitar 360 kilometer dari Pulau Jawa bagian selatan, Christmas Island atau Pulau Natal bukan tempat yang jauh dari wilayah Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Para nelayan banyak yang mengenal pulau ini lantaran tak jarang dari mereka ada yang terbawa badai hingga ke Christmas Island.
Meski demikian, Pulau Natal ternyata masuk wilayah Australia, padahal jaraknya lebih jauh dengan daratan Australia yaitu sekitar 2.600 kilometer. Beberapa orang menyebut pulau ini hanya selemparan batu dari Palabuhanratu, karena cukup dengan perahu, nelayan bisa mencapai Christmas Island dalam waktu kurang lebih 48 jam.
"Banyak yang mengaitkan Pulau Natal dengan Nusalarang, sebagai salah satu pulau yang disebut saat Prabu Siliwangi hendak menyeberang lautan. Konon, pulau ini muncul dari gugusan pegunungan berapi di sunda selatan yang sudah mati," kata Pengamat sejarah Sukabumi Irman Firmansyah kepada sukabumiupdate.com, beberapa waktu lalu.
Tempat ini disebut Pulau Christmas karena disingggahi oleh Kapten William Mynors pada 25 Desember 1643. William Mynors adalah kapten laut berkebangsaan Inggris. Dia merupakan master kapal milik East India Company (EIC), bernama Royal Mary. Kapal Royal Mary beroperasi untuk EIC sepanjang 1626 hingga 1639.
Baca Juga: Kenapa Namanya Sukabumi? Sebelum Like Earth Kekinian, Ini Cerita Historis Kota Mochi!
Setelah penemuan pada Natal 1643, Pulau Christmas dimasukkan dalam peta navigasi Inggris dan Belanda sejak awal abad ke-17, tetapi baru pada 1666 peta yang diterbitkan kartografer Belanda Pieter Goos memasukkan pulau itu. Alasan dinamai Christmas Island adalah karena William Mynors menemukannya pada 25 Desember 1643.
Irman mengungkapkan akibat kedekatan pulau ini dengan Palabuhanratu, banyak para pencari suaka ilegal (imigran gelap) yang menjadikan Palabuhanratu sebagai tempat transit. Imigran gelap ini sudah ada sejak zaman Hindia Belanda, tetapi pada masa itu tidak menjadi isu seperti sekarang lantaran ada kebijakan Belanda yang ramah.
Kebijakan elite Belanda di masa itu lebih ramah terhadap imigran karena adanya penerapan "open door policy" atau politik terbuka bagi para imigran ilegal (orang asing khususnya) untuk masuk dan tinggal menetap di Indonesia. Imigran ilegal yang hanya transit pun tidak dipermasalahkan, selain karena kontrol laut masih sangat terbatas.
"Apalagi setelah Pelabuhanratu ditutup sebagai pelabuhan internasional pada 1875, perhatian terhadap Palabuhanratu sangat menurun dan dianggap hanya pelabuhan tradisional biasa yang tak memerlukan penjagaan ketat," jelas Irman.
Di era pemerintahan Presiden Soeharto, Indonesia pernah menghadapi persoalan imigran ilegal yang disebut manusia perahu asal negara tetangga yaitu Vietnam. Bahkan Indonesia pernah membuat penampungan pengungsi tahun 1977 di Pulau Galang, Kepulauan Riau, meski Indonesia tidak meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951. Ketidakikutsertaan dalam ratifikasi ditengarai karena sejak Indonesia merdeka persoalan imigran gelap tidaklah menjadi prioritas yang penting.
Namun seiring perkembangan politik dunia yang terjadi banyak konflik, maka mulai bermunculan banyak pencari suaka yang transit ke Palabuhanratu. Irman menyebut isu imigran gelap sempat menjadi persoalan di era Soeharto di mana banyak imigran dari Vietnam yang masuk maupun transit, salah satunya ke Palabuhanratu Sukabumi.
Konflik di negara asalnya serta faktor ekonomi untuk mencari peruntungan nasib, menjadi pendorong bermunculannya imigran gelap dari beragam negara seperti Irak, Iran, Afghanistan, Sri Lanka, dan lain-lain.
Menurut Irman, wilayah-wilayah terpencil seperti Palabuhanratu menjadi salah satu celah yang sering digunakan para imigran ilegal dan pelaku penyelundupan manusia, terutama ke Australia yang memiliki wilayah sangat berdekatan. Di samping itu, ditengarai wilayah Cisarua, Bogor, yang tak jauh dari Palabuhanratu, merupakan salah satu lokasi tunggu bagi para imigran ilegal yang akan menuju ke Australia dan dijadikan tempat persembunyian hingga waktunya para imigran gelap ini disalurkan oleh para penyelundup.
Baca Juga: Berwawasan Sejarah, Intip 4 Fakta Jejak Historis Balai Kota Sukabumi
Posisi geografis Pelabuhanratu Sukabumi yang sangat dekat dengan Pulau Christmas menjadikan lokasi transit ideal yang bisa dikunjungi. Pantai Selatan Sukabumi sangat strategis untuk penyeberangan para imigran gelap menuju Pulau Christmas, Australia, karena dalam waktu dua hingga tiga jam, mereka bisa langsung sampai di perairan internasional yang berbatasan antara Indonesia-Australia.
"Apalagi kekuatan angkatan laut kita di Pelabuhanratu juga bisa dikatakan tidak cukup untuk memantau area yang sedemikian luas. Di samping itu, karena jaraknya yang bisa ditempuh hanya dua hari dua malam menggunakan perahu nelayan, maka menjadi alternatif sangat mudah dan murah bagi para imigran gelap," ujar Irman.
Tak heran, banyak nelayan tradisional yang membantu penyeberangan. Bahkan dalam jumlah tertentu para imigran gelap bisa mendapatkan kapal, awak kapal, dan kapten kapal di Palabuhanratu yang disewa. Praktik mafia imigran juga mudah terjadi mengingat Palabuhanratu adalah wilayah sepi dan terpencil yang jauh dari pantauan pemerintah pusat.
Indonesia yang tak memiliki spektrum hukum yang jelas dalam penanganan isu imigran ilegal, dimanfaatkan oleh para penyelundup. Indonesia merupakan negara anggota peratifikasi Konvensi Wina, di mana salah satu asas dalam konvensi ini yaitu tidak memperbolehkan adanya penolakan negara terhadap para korban perang (non-refoulment) sehingga posisi hukumnya dilematis.
"Pada akhirnya banyak kasus imigran gelap yang ditangani maupun tak tertangani, bahkan banyak di antaranya yang mengalami kecelakaan akibat badai," kata Irman.
Baca Juga: Kisah Mbah Dalem Cageur dan Sejarah Tempat Wisata Waduk Darma Kuningan
Pada 2010, laporan berita Tempo menyatakan Kapolres Sukabumi saat itu yakni AKBP Herucoko mengatakan, dengan menggunakan jalur Pantai Palangpang, Desa Ciwaru, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi, para imigran hanya membutuhkan waktu dua hingga tiga jam untuk sampai ke perairan internasional, lalu mereka bisa langsung naik kapal besar menuju Pulau Christmas.
“Pantai Selatan Sukabumi sangat strategis untuk penyeberangan para imigran gelap menuju Pulau Christmas, Australia, karena dalam waktu 2-3 jam saja, mereka bisa langsung sampai di perairan internasional, yang berbatasan antara Indonesia-Australia," kata Heru.
Menurut Heru, sebelum sampai di Sukabumi, sebelumnya mereka (imigran) singgah terlebih dahulu di kawasan Cisarua, Bogor. "Mereka di Sukabumi hanya untuk menyeberang, sebelumnya mereka berada di Cisarua Bogor,” katanya.
Pernyataan itu disampaikan Heri menyusul penangkapan 30 imigran gelap asal Iran dan Afganistan oleh Polres Sukabumi.
Polisi juga ketika itu mengamankan empat orang WNI yang mengantar para imigran. "Kami juga menangkap empat WNI, dua orang sopir yang mengantar dari Cisarua Bogor, dan dua orang lagi nelayan setempat,” kata Heru.
Pada tahun yang sama, sebanyak 48 imigran gelap asal Iran dan Irak juga ditangkap aparat TNI dan kepolisian di Kabupaten Sukabumi. Aparat juga mengamankan anak-anak di bawah umur yang diduga menjadi korban kekerasan politik di negaranya.
Para imigran gelap itu ditangkap di kawasan Pantai Palangpang, Desa Ciwaru, Kecamatan Ciemas. Mereka (imigran gelap) ditangkap saat perahu yang membawanya dari Cilacap menuju Pulau Christmas, Australia, terdampar. Perahu itu diduga kehabisan bahan bakar.