SUKABUMIUPDATE.com - Usianya baru 7 tahun ketika memantapkan tekadnya untuk menginjakkan kaki di tujuh puncak tertinggi di Indonesia. Kini, pada usianya yang baru 10 tahun, Khansa Syahlaa Aliyah sudah menginjak enam puncak gunung. Juli mendatang, ia akan menuju puncak paling tinggi, yakni Puncak Jaya atau Carstensz Summit di Pegunungan Jayawijaya, Papua.
Untuk mendaki gunung dengan ketinggian 4.884 meter di atas permukaan laut tersebut, Khansa rutin menjalani berbagai latihan fisik sejak Desember 2016. Pendakian kali ini menjadi pendakian yang paling membuat deg-degan. “Nanti pertama kalinya aku mendaki pakai tali-temali,†tutur dia.
Carstenz berada di atas tebing batu setinggi 600 meter, sehingga untuk mencapainya tak cukup dengan berjalan biasa. Kegiatan panjat tebing mutlak dilakukan. Tali-tali pun harus terpasang pada badan untuk menopang pendakian. Persiapan pendakian ke medan berat ini harus benar-benar matang.
Itulah mengapa Khansa sadar betul mesti serius melakukan persiapan. Dia berlatih fisik empat hari dalam sepekan dengan digembleng oleh sang ayah dan tim Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Indonesia, dari latihan memanjat hingga menahan cuaca dingin. Latihan fisik membuatnya jatuh sakit beberapa kali. Meski begitu, susahnya mendaki gunung tak dirasa Khansa sebagai beban. Buat dia, gunung memberi banyak pengalaman berharga.
Khansa berlatih ascending, naik-turun tebing pakai ascender, rappelling, masuk ke tebing-tebing, dan latihan pada ketinggian 4.000 meter. Dia juga berlatih menahan dingin karena suhu di Puncak Carstensz sampai minus. Caranya, rencananya Khansa akan naik ke Gunung Merbabu lalu bolak-balik dari camp ke puncak beberapa kali. Ada pula latihan fisik lainnya, seperti naik-turun tangga, lari mengelilingi kompleks rumah, dan latihan di pusat kebugaran.
Khansa sudah ‘kenyang’ dengan pahit-manis berlatih. Dia mesti kuat digantung lama di atas dan matanya tak boleh terpejam, turun sendiri dari tebing dan dinding, sampai dibiarkan saat terjatuh. “Saat latihan pernah dua kali menangis. Latihan pertama di tebing, sudah diajari tapi belum ngerti banget. Disuruh turun sendiri pakai alatnya ini gimana? Susah ih, terus nangis, dimarahin Ayah,†katanya.
Latihan dan aktivitas naik gunung tak membuat sekolah Khansa terbengkalai. Dia berlatih 3-4 kali sepekan dan dilakukan saat pulang sekolah dan hari libur. “Kalau libur, aku tidak jalan-jalan ke mal, tapi latihan terus. Lagipula, aku enggak suka main ke mal,†ujarnya. “Aku enggak suka tuh main-mainan Barbie, boneka.â€
Menurut Khansa, bertualang dengan mendaki gunung bisa melatih kesabaran dan kemandirian. Khansa mengaku pernah menangis di puncak gunung karena kangen delapan hari tak berjumpa dengan ibunya. Semua perasaan dan pengalaman itu ditungkan dalam ponsel dan bukunya yang kini kian tebal.
Gara-gara naik gunung, Khansa jadi suka makan sayuran. Sebab, kalau di gunung lapar, maka apa saja terpaksa dimakan. Mulai dari buncis, terong, dan tumbuhan lainnya. “Di gunung enggak boleh pilih-pilih. Apa pun makanannya, suka enggak suka harus dimakan,†ujarnya. Khansa juga belajar memasak dan selalu ingat untuk menghabiskan makanan yang disantapnya.
Khansa Syahlaa berhasil menaklukkan Gunung Bukit Raya, Kalimantan Tengah, 11 November 2016.
Khansa menceritakan pengalaman yang paling seru saat mendaki gunung ke Binaiya dan Bukit Raya. Hutan di Binaiya, menurut dia, mirip seperti hutan di film-film Alice in Wonderland, Frozen, dan Snow White. “Orang-orangnya juga ramah,†kata dia. Untuk mencapai Bukit Raya, Khansa menempuh perjalanan menggunakan perahu selama tujuh jam dan menyusuri hutan yang banyak pacetnya.
Khansa Syahlaa Aliyah
Lahir: 16 Maret 2006
Pendidikan: Kelas 5 SD
Ayah: Aulia Ibnu Sina
Ibu: Pramudhi Ayu Wardhani.
Puncak yang sudah didaki:
- Mahameru, Jawa Timur (3.676 meter)
- Latimojong, Sulawesi Selatan (3.430 meter)
- Kerinci, Jambi (3.805 meter)
- Binaiya, Maluku (3.072 meter)
- Rinjani, Lombok (3.726 meter)
- Bukit Raya, Kalimantan (2.278 meter)
Sumber:Â Tempo