SUKABUMIUPDATE.com - Sebagian anak menghabiskan banyak waktunya hanya untuk menonton TV. Hal ini karena beragam program televisi dapat membuat anak betah menontonnya. Padahal menonton tv dapat berpengaruh buruk pada fisik maupun mental anak.
Jika memperbolehkan anak nonton TV sebelum usia 18 bulan dapat memberikan dampak yang buruk. Melihat layar, termasuk menonton TV, sebelum usia 18 bulan membawa dampak negatif yang bertahan lama pada perkembangan bahasa, keterampilan membaca, dan memori jangka pendek anak.
Sebab itu, Akademi Kedokteran Anak Amerika Serikat (APA) merekomendasikan waktu layar (screen time) untuk anak, yakni:
- Tak ada waktu layar bagi bayi dan balita yang berusia hingga 18 bulan.
- Hanya sesekali waktu layar bersama orangtua bagi balita berusia 18-24 bulan.
- Tidak lebih dari satu jam waktu layar bagi anak usia prasekolah bersama dengan orangtua. Tontonan juga harus merupakan program edukasi yang dapat mengembangkan keterampilannya.
- Memberi batasan waktu yang konsisten pada anak-anak dan remaja berusia 5-18 tahun, misalnya tak lebih dari 4 jam sehari untuk menonton TV agar tidak mengganggu waktu tidurnya maupun membuatnya tidak aktif secara fisik.
Bukan hanya memengaruhi kemampuan belajar, terdapat berbagai efek negatif yang dapat terjadi pada anak jika sering menonton TV. Beberapa efek negatif yang mungkin terjadi pada anak karena kebiasaan menonton TV, yaitu:
1. Memiliki masalah tidur
Pada umumnya, anak tidak dapat membedakan antara fantasi dan kenyataan sehingga ketika mereka menonton hal yang menakutkan atau berbau kekerasan, dapat menyebabkan sulit tidur dan mimpi buruk. Menonton TV dikaitkan dengan perubahan pola tidur dan gangguan tidur pada kalangan anak-anak dan remaja. Padahal jadwal tidur yang teratur adalah bagian penting dari tidur yang sehat.
2. Mengalami kenaikan berat badan
Anak-anak yang menghabiskan lebih dari 4 jam per hari untuk menonton TV juga cenderung mengalami kelebihan berat badan karena tak bergerak aktif. Ketika menatap layar, termasuk menonton TV, anak-anak tidak akan bergerak aktif dan cenderung untuk ngemil.
Tak hanya itu, anak juga melihat berbagai iklan yang mendorong mereka untuk mengonsumsi makanan tidak sehat, seperti keripik kentang dan minuman berkalori rendah, yang seringkali menjadi camilan favorit. Saat menonton TV, laju metabolisme juga lebih rendah daripada saat istirahat sehingga seseorang akan membakar lebih sedikit kalori saat menonton TV daripada hanya ketika duduk diam.
Penelitian menunjukkan bahwa penurunan kebiasaan anak menonton TV terbukti membuat kenaikan berat badan menjadi lebih sedikit dan indeks massa tubuh yang lebih rendah. Mengajak anak bermain di luar adalah cara yang baik untuk mempertahankan berat badan yang sehat untuk anak.
3. Menunjukkan masalah perilaku
Anak-anak yang melihat acara kekerasan di TV cenderung menunjukkan perilaku agresif, merasa dunia menakutkan, dan khawatir sesuatu yang buruk akan terjadi pada dirinya. Karakter-karakter di TV juga seringkali menunjukkan perilaku buruk, seperti berkelahi, minum alkohol, atau merokok yang dapat ditiru oleh anak.
Penelitian menunjukkan bahwa remaja yang menonton program berbau seksual di TV lebih mungkin memulai hubungan seks lebih awal daripada teman sebayanya yang tidak menonton. Sementara, iklan rokok atau orang yang merokok di acara TV dapat mendorong anak untuk meniru karena merasa perilaku tersebut diterima oleh masyarakat.
Hubungan antara menonton televisi dan usia mulai merokok lebih kuat dibanding dengan teman yang merokok, orangtua yang merokok, ataupun jenis kelamin. Penelitian menunjukkan bahwa merokok yang dilakukan oleh karakter film dapat meningkatkan kemungkinan penontonnya untuk ikut merokok.
Sangat penting bagi orangtua dalam mengawasi tontonan anak, dan menetapkan batasan waktu menonton TV agar tidak terlalu banyak menghabiskan waktunya di depan layar. Pilihlah program yang mendidik dan dirancang khusus anak-anak, seperti mengajarkan keterampilan bahasa atau berhitung.
Orangtua pun harus memberi pengertian pada anak secara meyakinkan dan jujur mengenai program yang ditonton oleh anak. Akan lebih baik jika orangtua tidak mengizinkan anak melihat program TV yang mengandung unsur kekerasan. Bagi anak-anak, bercerita, bernyanyi, membaca, mendengarkan musik, dan bermain jauh lebih penting untuk perkembangannya daripada menonton TV.
Sumber: Tempo.co