SUKABUMIUPDATE.com - Orang tua mungkin sering bohong pada anak untuk mengendalikan perilakunya, misalnya mau memanggil polisi bila anak rewel. Tanpa disadari, Anda sudah mengatakan kebohongan kepada anak.
Kebohongan orang tua memang menimbulkan kepatuhan jangka pendek. Namun, sebuah studi psikologi baru yang dipimpin oleh Nanyang Technological University, Singapura, menunjukkan bahwa kebiasaan ini bisa berdampak merugikan ketika anak menjadi dewasa.
Tim peneliti bertanya kepada 379 orang dewasa muda Singapura apakah orang tua mereka berbohong kepada mereka ketika mereka masih anak-anak, seberapa besar mereka berbohong kepada orang tua mereka sekarang, dan seberapa baik mereka menyesuaikan diri dengan tantangan menjadi dewasa.
Anak yang mengaku lebih banyak dibohongi saat masih kecil lebih mungkin melakukan hal yang sama kepada orang tua mereka di masa dewasa. Mereka juga mengaku menghadapi kesulitan yang lebih besar dalam menghadapi tantangan psikologis dan sosial, termasuk menyesuaikan diri, menyelesaikan masalah, pengalaman rasa bersalah dan malu, serta sifat egois dan manipulatif.
Penelitian ini bekerja sama dengan Universitas Toronto di Kanada, Universitas California di Amerika Serikat, dan Universitas Normal Zhejiang di Cina, dan diterbitkan dalam Journal of Experimental Child Psychology pada September 2019.
Penulis utama, Asisten Profesor Setoh Peipei dari NTU Singapore School of Social Sciences, mengatakan mengasuh anak dengan berbohong sepertinya dapat menghemat waktu, terutama ketika alasan sebenarnya di balik mengapa orang tua ingin anak-anak melakukan sesuatu yang rumit untuk dijelaskan.
"Ketika orang tua memberi tahu anak-anak bahwa kejujuran adalah kebijakan terbaik, tetapi menunjukkan ketidakjujuran dengan berbohong, perilaku seperti itu dapat mengirim pesan yang bertentangan kepada anak-anak. Ketidakjujuran orang tua pada akhirnya dapat mengikis kepercayaan dan mempromosikan ketidakjujuran pada anak-anak," jelasnya, dilansir Science Daily.
Dia melanjutkan, penelitian ini menunjukkan bahwa mengasuh anak dengan berbohong adalah praktik yang memiliki konsekuensi negatif ketika anak dewasa. Orang tua harus menyadari potensi dampak hilir ini dan mempertimbangkan alternatif untuk berbohong, seperti mengakui perasaan anak-anak, memberikan informasi, sehingga anak-anak tahu apa yang harus dilakukan.
Dalam penelitian ini, 379 orang dewasa muda Singapura diminta mengisi empat kuesioner daring. Kuesioner pertama meminta peserta untuk mengingat apakah orang tua mengatakan kebohongan yang terkait dengan makan, menyuruh tetap di tempat atau pulang, kelakuan buruk anak-anak, dan menghabiskan uang.
Contoh kebohongan seperti itu misalnya mengatakan, "Jika kamu tidak ikut, Ibu akan meninggalkanmu sendirian di sini". Contoh lain saat anak meminta sesuatu, Anda mungkin berujar, "Ibu tidak membawa uang hari ini, kita bisa kembali di lain hari."
Kuesioner kedua meminta peserta untuk menunjukkan seberapa sering sebagai orang dewasa mereka berbohong kepada orang tua. Terakhir, peserta mengisi dua kuesioner yang mengukur ketidaksesuaian psikososial yang dilaporkan sendiri, dan kecenderungan untuk berperilaku egois dan impulsif.
Analisis tersebut menemukan bahwa mengasuh anak dengan berbohong dapat menempatkan anak-anak pada risiko yang lebih besar untuk mengembangkan masalah saat dewasa, seperti agresi, pelanggaran aturan, dan perilaku mengganggu.
"Penegasan otoritas anak-anak adalah suatu bentuk intrusi psikologis, yang dapat melemahkan rasa otonomi anak dan menyampaikan penolakan, yang pada akhirnya merusak keadaan emosional anak-anak. Penelitian di masa depan harus memeriksa sifat kebohongan dan tujuan orang tua sehingga para peneliti dapat menyarankan kebohongan seperti apa yang harus dihindari, dan apa yang harus dilibatkan oleh orang tua yang mengatakan kebenaran," katanya.
Sumber: Tempo.co