SUKABUMIUPDATE.com - Masuk sekolah baru memang tak selamanya penuh dengan kenangan yang menyenangkan. Kekecewaan adalah salah satu perasaan anak yang satu ketika harus Anda hadapi manakala sekolah yang diharapkan ternyata menolak.
Oleh karena itu, selain dana, orang tua juga harus menyiapkan mental agar buah hati tak berlama-lama dirundung ‘patah hati’. Apalagi, bagi anak yang hendak masuk jenjang pendidikan formal.
Feka Angge Pramita, psikolog Klinik Anakku, menyebut persiapan mental sangat penting karena pendidikan bukan hanya soal rutinitas harian, tetapi soal bagaimana aktivitas belajar dan kemandirian dibentuk. Misalnya, bagaimana agar ketika ditinggal si anak tidak cemas dan menangis lagi.
“Bila dia belum siap, sudah pasti akan sering tidak mau sekolah. Kalaupun dibawa ke sekolah dia menangis menuju sekolahnya, atau minta didampingi selama belajar di sekolah,” ujarnya.
Persiapan mental anak bisa dilakukan sejak pemilihan sekolah, misalnya dengan mengajak anak ke calon tempatnya belajar, melihat kondisi lingkungan sekolah dan guru-gurunya sehingga ketika masuk dia akan lebih siap. Ini adalah upaya pembiasaan agar anak tak merasa asing dan cemas.
Selain itu, Anda juga bisa mengikuti saran pemerintah agar menyekolahkan anak di lokasi yang dekat dengan tempat tinggal. Menurut pengamat pendidikan Universitas Padjajaran, Satriana, tujuannya adalah kontrol dari orang tua lebih terjaga, dan mengurangi risiko anak kelelahan karena harus menempuh jarak yang jauh untuk sampai ke sekolah.
Namun, bagaimana jika sekolah di dekat tempat tinggal ternyata tidak memenuhi kualitas yang diharapkan orang tua?
Satriana menilai bahwa orang tua harus paham bahwa sarana dan prasarana bukan ukuran utama, karena yang terpenting adalah kualitas guru yang mampu mendidik anak menjadi lebih baik.
Dia mengambil contoh kisah Andrea Hirata yang difilmkan, Laskar Pelangi. “Keterbatasan sarana dan prasarana tidak menghalangi seorang guru dalam mendidik anak muridnya dengan sangat baik,” katanya.
Menurutnya, mahalnya biaya sekolah dengan fasilitas di atas rata-rata tidak selalu berbanding lurus dengan keberhasilan pendidikan yang baik bagi anak. Terpenting, lanjutnya, anak mendapatkan pengetahuan yang mencukupi sesuai dengan masa perkembangan pada umumnya.
Sumber: Tempo