SUKABUMIUPDATE.com - Anak mengalami fase ketika dia mengidolakan sosok tertentu dan menyukai segala sesuatu yang berkaitan dengan karakter kesukaannya. Contoh, si kecil tak mau mengganti kostum salah satu pahlawan super meski sudah sehari penuh dipakai, dia selalu membawa boneka karakter kesukaannya dan mengajaknya bicara layaknya seorang teman. Dan banyak lagi bentuk anak yang sedang gandrung terhadap sesuatu hal.
Kegemaran anak ini tidak jarang sampai di level terobsesi. Bagi orang tua, segala yang disukai anak terkadang terlihat remeh hingga tanpa disadari cenderung menyepelekan obsesi mereka. Atau ada saat tertentu ketika obsesi anak jadi terasa menjengkelkan karena anak susah diberitahu.
Bagaimana menghadapi anak yang sedang terobsesi dengan sesuatu yang dia sukai? Jawabannya hanya satu, sabar. Sebab, fase ketika anak terobsesi ini merupakan tahapan penting dan berpengaruh pada tahap belajar mereka. Para peneliti menyebut fase obsesi anak ini sebagai fase “ketertarikan intensifâ€.
Dalam artikel A Psychological Explanation for Kids Love of Dinosaurs oleh Kate Morgan yang dimuat di New York Magazine, menunjukkan hampir semua anak pernah mengalami obsesi berlebih terhadap satu atau beberapa hal. Obsesi ini biasanya terjadi pada anak usia 2 sampai 6 tahun. Lebih dari sekadar suka, seperti anak menyukai cokelat atau es krim, kekaguman mereka terhadap hal-hal tertentu itu muncul tanpa dorongan atau pengaruh orang tua dan bertahan dalam waktu cukup lama.
Anak-anak biasanya sangat bersemangat mendalami dan mengejar obsesi mereka, bahkan tanpa disadari oleh ayah dan ibunya. Menurut penelitian dari Universitas Yale, Amerika Serikat, anak laki-laki biasanya punya obsesi yang lebih banyak daripada anak perempuan. Dan ini merupakan tahap tumbuh kembang yang sehat.
Sumber: Tempo