SUKABUMIUPDATE.com - PSSI meradang, Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan kecewa dengan kinerja wasit di Liga 3. Kinerja buruk wasit di Liga 3 ini berbanding terbalik dengan kisah wasit Indonesia pertama berlisensi FIFA asal Sukabumi, Kosasih Kartadiredja.
Melansir revolusimental.go.id, Kosasih Kartadiredja memang kurang dikenal oleh generasi muda pecinta sepakbola tanah air. Meski begitu Kosasih menjadi legenda wasit di Indonesia. Berkat ketegasan dan integritasnya menolak suap, Kosasih dijuluki King Cobra.
Karir Kosasih di dunia sepakbola tanah air sangat cemerlang di dekade 1970-an, ia memimpin sejumlah pertandingan domestik maupun internasional.
Awalnya, Kosasih adalah pemain sepakbola untuk tim Perssi Sukabumi Junior pada tahun 1955. Namun, karirnya tidak terlalu cemerlang. Akhirnya ia pun memilih untuk beralih karir menjadi wasit.
Baca Juga :
Kosasih berhasil mendapatkan lisensi C1 nasional setelah menjalani pendidikan wasit satu pada tahun 1965.
Setelah menjalani pendidikan wasit, Kosasih langsung terjun ke lapangan. Kinerjanya sangat memuaskan. Ia sangat tegas dan adil dalam mengambil keputusan di setiap pertandingan.
Melihat performanya yang mengagumkan, PSSI pun mengajukan Kosasih ke FIFA pada 1972. Tak lama berselang, Kosasih pun mendapatkan Lisensi dari FIFA.
Berkat Lisensi FIFA yang diraih, Kosasih memimpin sejumlah pertandingan internasional. Ia juga terpilih sebagai wasit untuk Piala Dunia Junior 1979 di Tokyo, Jepang.
Kosasih merupakan sosok wasit yang galak dan tak segan mengeluarkan pemain dari lapangan alias kartu merah. Karena aksinya tersebut, Kosasih pun dijuluki King Cobra oleh surat kabar asal Singapura, The Straits Times.
Kosasih pernah ditantang oleh salah satu pemain, namun ia tak takut dan tetap teguh dengan pendiriannya. Selain tegas dalam menindak pemain, Kosasih juga enggan menerima suap dari pihak atau tim manapun untuk melakukan pengaturan skor.
Setelah Kosasih pensiun dari dunia wasit pada 1995, ia ditugaskan untuk menjadi inspektur wasit di komisi wasit PSSI. Pada saat itu ia mendapatkan banyak tawaran suap dari para pihak.
Kosasih dengan tegas menolak semua tawaran suap, bahkan ia tidak segan memberikan sanksi kepada wasit yang terlibat dengan suap dan pengaturan skor.
Tentunya integritas Kosasih ini berbanding terbalik dengan wasit-wasit Indonesia saat ini yang cukup sering terindikasi pengaturan skor.
Kiprah Kosasih Kartadiredja sebagai wasit legendaris dan berintegritas seharusnya dicontoh oleh wasit-wasit Indonesia saat ini. Sosok Kosasih Kartadiredja juga memberikan pelajaran bagi wasit serta kita pada umumnya, untuk senantiasa jujur, berani berlaku adil dan berintegritas.
Mengutip tempo.co, Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan kecewa dengan wasit yang memimpin kompetisi Liga 3 d babak 16 besar. Bahkan ia mewacanakan akan menggunakan wasit dari luar negeri.
Iriawan segera mengadakan pertemuan dengan wasit dan asisten wasit yang bertugas di Liga 3, bersama Sekjen PSSI Yunus Nusi. Langkah itu merupakan respons PSSI atas kinerja wasit di Liga 3 babak 16 besar yang bergulir dalam dua hari terakhir.
"Saya merasa terganggu dengan adanya masalah keputusan-keputusan kontroversial yang dibuat oleh para wasit yang bertugas. Bisa jadi opsinya saya mencari wasit-wasit lain dari luar negeri," kata Iriawan dikutip dari laman PSSI, Rabu, 9 Maret 2022.
Dengan tegas, sosok yang akrab disapa Iwan Bule ini mendesak wasit Liga 3 berbenah dan mengevaluasi kinerjanya. "Saya tidak ingin dicap ada permainan di dalam PSSI. Bisa berubah kalian? Saya berdarah-darah dan jatuh bangun membangun sepak bola yang sempat berhenti nyaris dua tahun," ujar Iriawan.
Kinerja wasit yang menjadi sorotan publik belakangan ini ialah saat laga antara Farmel FC vs Persikota Tangerang. Keputusan wasit Untung Santoso, asisten wasit pertama Hidayat dan asisten kedua Yulianto menyulut kontroversi.
Dalam laga yang berakhir dengan kemenangan 3-0 untuk Farmel FC itu, wasit mengeluarkan keputusan yang menyulut polemik tentang offside dan pelanggaran di kotak penalti. Bos Persikota Tangerang Prilly Latuconsina pun sempat mengkritik kepemimpinan wasit tersebut dan berharap ada perbaikan.
Iriawan mengultimatum agar para wasit tersebut memperbaiki kinerjanya. Jika tidak mau berubah, Iriawan meminta wasit-wasit tersebut untuk mencari pekerjaan lain.