SUKABUMIUPDATE.com - Serikat pesepakbola profesional dunia, FIFPro, mengingatkan ancaman kesehatan mental yang membayangi para pemain di tengah penangguhan musim 2019/2020 akibat pandemi global Virus Corona (COVID-19) yang amat masif.
"Kesehatan mental harus jadi perhatian besar," kata Sekretaris Jenderal FIFPro, Jonas Baer-Hoffmann, seperti dimuat CNA.
Dilansir dari suara.com, pesepakbola saat ini memang menghadapi ketidakpastian, sebagaimana kampanye 2019/2020 mungkin juga tetap dilanjutkan di tengah pandemi, tentunya dengan laga-laga dihelat tanpa penonton, atau musim juga mungkin dibatalkan.
Namun hingga kini, semua masih abu-abu sementara pemotongan gaji sekarang mulai marak dilakukan klub-klub di tengah off-nya kompetisi.
"Berdasar studi kami beberapa tahun terakhir, ada ancaman kesehatan mental yang lebih besar bagi pesepakbola dibanding orang kebanyakan. Awalnya saja sudah seperti itu, dan kini situasinya makin rumit berkali-kali lipat," celoteh Baer-Hoffmann.
"Sebab, mereka biasanya berada dalam situasi bertensi tinggi. Dan kini, kondisi saat ini membuat itu semua lebih buruk," imbuh sang sekjen.
Selain tekanan dari ketidakpastian kompetisi, pesepakbola profesional belakangan memang juga dihantui isu pemotongan gaji, yang terjadi di banyak kompetisi top dan juga di liga-liga non-populer di belahan dunia lainnya.
"Ada banyak pemain muda yang sendirian, jauh dari kampung halaman. Mereka tanpa dukungan keluarga, dan tak sedikit yang cuma punya kontrak berdurasi satu tahun saja. Ini tentu sangat membuat mereka risau," tutur Baer-Hoffmann.
"Itu semua menumpuk keresahan yang besar, apakah mereka bisa menerima pendapatan setimpal pada akhir musim nanti," sambungnya.
Berdasar survei FIFPro pada 2015, sebanyak 38 persen dari pesepakbola aktif dan 35 persen dari yang sudah pensiun pernah menghadapi depresi berat alias masalah mental.
Oleh karena itu, FIFPro menyarankan agar pesepakbola aktif untuk tetap terhubung dengan dunia melalui sosial media, menjaga kesehatan, namun tetap menjaga diri dari banjir informasi mengenai perkembangan COVID-19.
"Hindari membaca berlebihan berita mengenai COVID-19 atau pun hoaks terkait di media sosial, itu bisa menambahkan kehawatiran yang tidak perlu," pungkas Baer-Hoffmann.
Sumber : suara.com