SUKABUMIUPDATE.com - Persija Jakarta bakal menjalani kompetisi Liga 1 musim 2018 pada akhir Maret ini. Di kompetisi liga kasta tertinggi di Indonesia itu, Persija bakal berhadapan dengan berbagai klub, di antaranya adalah Persib Bandung dan Persebaya Surabaya.
Sudah menjadi rahasia umum, duel Persija kontra Persib dan Persebaya selalu menjadi sorotan yang menarik bagi publik. Bukan hanya karena laga itu merupakan laga duel diantara dua klub kota besar di Indonesia. Lebih dari itu, laga tersebut kian menjadi sorotan karena tiga klub itu memiliki basis suporter yang fanatik dengan jumlah anggota yang tidak sedikit.
Tidak jarang, kelompok dari masing-masing klub tersebut terlibat bentrokan, baik di dalam maupun di luar lapangan. Ketua The Jakmania, Ferry Indra Sjarief, mengatakan, awal mula bentrokan di antara kedua suporter itu terjadi bukan tanpa alasan. Seperti hubungan antara The Jakmania dan kelompok suporter Persib misalnya.
"Bagaimana Viking (suporter Persib) bisa menjadi musuh besar itu kan sebenarnya butuh proses. Awal-awal benturan, kami tetap bisa berkomunikasi. Dua, tiga kali benturan, sampai lima kali benturan sudah mulai susah berkomunikasi lagi," ujar Ferry saat ditemui Tempo di Jakarta pada Senin, 5 Maret 2018.
Awal masalahnya, kata Ferry, bermula pada Februari 2001 silam, kala Persija harus melakoni laga tandang ke markas Persib yang kala itu bertempat di Stadion Siliwangi, Bandung. Kala itu, kata Ferry, sejumlah anggota The Jakmania turut datang ke Bandung untuk menyaksikan dan mendukung Persija berlaga.
"Kami datang ke sana, tapi kami enggak diterima (oleh suporter Persib). Bus kami hancur. Dua anggota kami gegar otak karena dihajar sewaktu habis shalat ashar. Terus kami tidak mendapatkan tiket, padahal kami sudah koordinasi dari dua hari sebelumnya," kata Ferry mengisahkan.
Saat ditanya tentang penyebab dari kejadian itu, Ferry pun mengatakan bahwa dirinya tidak tahu persis pangkal penyebabnya. "Mungkin saat itu, di sana unit suporternya masih banyak. Jadi susah koordinasi. Jadi mungkin dari Viking sudah menerima, tapi yang lain belum," ujarnya. "Dan, waktu itu, belum ada satu pun suporter tamu yang bisa masuk ke sana (Stadion Siliwangi)."
Sejak kejadian itu, kata Ferry, hubungan antara The Jakmania dengan suporter Persib belum pernah benar-benar akur hingga saat ini. Belum lagi, kata Ferry, karena wilayah antara Jakarta dan Bandung yang cenderung bersebelahan, maka usaha untuk dapat mendamaikan dua kelompok tersebut kerap menemui halangan.
"Anggota kami ada yang di Jawa Barat, dan anggota mereka ada yang di Jakarta. Otomatis gesekan bakal ada terus. Agak berat memang mendamaikan, tapi bukan berarti enggak bisa," ujar Ferry.
Menurut pria yang juga menjadi salah satu pendiri dari The Jakmania itu, segala sesuatu yang menuju kebaikan, seperti mendamaikan kedua kelompok tersebut, pasti bisa tercapai. "Selama itu diridhai sama Allah, pasti bisa," tuturnya. "Gue yakin."
Hal itu, kata Ferry, terbukti dari mulai cairnya hubungan antara The Jakmania dan kelompok suporter Persebaya, Bonek, belakangan ini. Ferry mengatakan, hal tersebut dapat dilihat dari mulai diterimanya anggota The Jak oleh Bonek saat mereka berkunjung ke Jawa Timur.
"Awalnya waktu kami ke Malang beberapa tahun yang lalu, itu kami ditampung di sana. Pada awalnya masih banyak yang kontra, tapi begitu kami ke Madura, lebih banyak lagi anggota kami yang mereka tampung," ujar Ferry. "Dari situ, kami lihat bahwa Bonek memang serius untuk mengajak damai."
Ferry menambahkan, secara pribadi, dirinya sudah bertemu dengan para petinggi Bonek sebagai rasa terima kasih dari The Jakmania untuk bisa disambut dengan baik saat mereka berkunjung ke Jawa Timur. Dari pertemuan itu, Ferry mengaku bahwa dirinya disambut dengan baik oleh kelompok suporter tersebut.
"Sekarang tinggal bagaimana sosialisasi masing-masing dari para anggotanya, karena pasti masih banyak yang pro dan kontra," kata Ferry. "Ibaratnya, korengnya itu harus kering dulu baru kami bisa ngomong lebih lanjut untuk bisa berdamai. Karena kalau korengnya belum kering, itu susah," Ketua Jakmania itu menambahkan.
Sumber: Tempo