SUKABUMIUPDATE.com - Rakyat Indonesia, terutama para pemain tim nasional alias timnas sepak bola senior, sangat marah terhadap keputusan wasit Ahmed Al-Kaf yang memimpin pertandingan melawan tuan rumah Bahrain di putaran ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia, Kamis waktu setempat, 10 Oktober 2024.
Dalam laga di Stadion Nasional Bahrain ini, sejumlah keputusan wasit merugikan Timnas Indonesia. Puncaknya saat Ahmed Al Kaf memberikan tambahan waktu enam menit, tetapi memperpanjang permainan sampai menit 99 sehingga Bahrain dapat mengemas gol penyama kedudukan untuk mengakhiri pertandingan dengan skor 2-2.
Keputusan-keputusan kontroversial wasit itu memunculkan beragam spekulasi, salah satunya dugaan suap dari tim tuan rumah. Situasi ini membuat kita kembali mengingat sosok pengadil lapangan hijau asal Sukabumi sekaligus wasit berlisensi Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) pertama di tanah air bernama Kosasih Kartadiredja.
Kosasih meninggal dunia pada 23 Maret 2022 di Perumahan Bukit Ciaul Indah, Kelurahan Subangjaya, Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi. Wafatnya Kosasih menyisakan duka bagi dunia sepak bola karena dia dikenal sebagai wasit yang anti menerima suap. Keterangan ini disampaikan pengamat sejarah Sukabumi Irman Firmansyah.
Baca Juga: PSSI Bakal Kirim Surat Protes ke FIFA Terkait Wasit Ahmed Al Kaf di Laga Bahrain Vs Indonesia
Irman mengatakan Kosasih merupakan warga asli Kota Sukabumi, tepatnya di Gang Purwa, Kelurahan Tipar, Kecamatan Citamiang. Pria kelahiran 13 Agustus 1934 ini memulai karier sebagai pesepak bola bersama klub Pertiwi, lalu bergabung Young Man Association atau YMA, dan Sinar Harapan, berposisi gelandang. Hingga pada 1960 (sumber lain menyebut 1955), Kosasih memperkuat Perssi Kota Sukabumi.
Kegiatan Kosasih selain bermain sepak bola adalah menjadi wasit. Pembantu Komda PSSI Jawa Barat, Kesheshian, menawari Kosasih menjadi wasit dan mengikuti kursus wasit C3 di Sukabumi serta memimpin berbagai turnamen. Dia selanjutnya mengikuti kursus C2 tingkat Jawa Barat dan memimpin pertandingan perserikatan Jabar.
Pada 1965, karier Kosasih semakin cemerlang karena menjadi wasit C1 (nasional) setelah mengikuti kursus wasit PSSI dan memimpin pertandingan perserikatan tingkat nasional di seluruh Indonesia. "Kosasih dikenal tegas meski pemain saat itu galak. Dia berani mengeluarkan kartu merah untuk pemain sekelas Rusdi Balawan dari Persebaya dan Simson Rumapasal dari Persija sehingga dia dijuluki budak leutik paling berani," kata Irman.
PSSI kemudian merekomendasikannya menjadi wasit FIFA dan lolos pada 1972. Sejak itu, Kosasih memimpin pertandingan internasional seperti Piala Raja di Bangkok 1972, turnamen sepak bola di Vietnam pada 1974. Lalu di Korea Selatan dan Arab Saudi pada 1975. Di Asia, dia dijuluki wasit King Cobra karena gerakannya yang lincah berlari ke segala arah.
Pada 1979, Kosasih memimpin pertandingan olimpiade junior di Jepang yang diikuti Diego Armando Maradona dari Argentina. Dia juga dikenal tegas menolak suap. Ini pernah terungkap saat menjadi wasit Sea Games 1981 dan ditawari 10.000 dolar (USD) untuk memenangkan Malaysia. "Dia menolak mentah-mentah dan kemudian dicatat dalam koran The Strait Times."
"Di Indonesia juga dia memimpin pertandingan persahabatan antara Timnas melawan Benfica (Portugal), Ajax Amsterdam (Belanda), Cosmos (AS), dan Manchester United, yang sempat dikenai kartu kuning olehnya," ujar Irman.
Setelah pensiun dari dunia wasit pada 1995, Kosasih ditugaskan menjadi inspektur wasit di komisi wasit PSSI. Ketika itu dia mendapatkan banyak tawaran suap dari para pihak. Tetapi, Kosasih tegas menolak semua tawaran tersebut, bahkan tidak segan memberikan sanksi kepada wasit yang terlibat dengan suap dan pengaturan skor.