SUKABUMIUPDATE.com - Rencana pemusnahan cadangan beras sebanyak 20 ribu ton oleh Perum Bulog, mengundang perhatian anggota DPR RI fraksi PKS drh Slamet. Pasalnya pemusnahan beras dinilai sebagai pemborosan anggaran negara setara dengan nilai Rp 160 Miliar, yang dilakukan oleh negara.
BACA JUGA: drh Slamet Sebut Penanganan Karhutla 2020 Menjadi Tolak Ukur Kinerja KLHK dan BRG
"Ini perlu pengkajian yang lebih komprehensif oleh negara, jangan sampai uang negara mubazir begitu saja. Pemerintah seyogyanya berpikir lebih jernih dan realistis untuk bisa keluar dari masalah tersebut," ucap Slamet kepada sukabumiupdate.com, Senin (2/12/2019).
Slamet mengatakan, 20 ribu ton beras yang akan dimusnahkan tersebut berusia di atas satu tahun. Selain itu, masih ada 100 ribu ton beras berusia di atas 4 bulan yang mugkin juga akan busuk.
"Hal ini sudah disampaikan dalam laporan temuan BPK tahun 2019. Hal ini terjadi ketika pemerintah secara otoriter menerapkan dua kebijakan aneh," tambahnya.
Pertama, lanjut Slamet, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memerintahkan Bulog mengimpor beras di saat stok beras masih penuh, karena Bulog baru saja membeli beras dari petani. Kedua, setelah Bulog mengimpor beras, pemerintah mengubah kebijakan Rastra menjadi BPNT, sehingga beras tidak bisa langsung dikirim ke daerah.
BACA JUGA: Sosialisasi Empat Pilar di Purabaya Sukabumi, drh Slamet: Pancasila Sudah Final
"Itu artinya uang yang pemerintah berikan ke rakyat tidak dibelikan beras oleh rakyat, tidak tepat sasaran," tegas Slamet.
Menurut Slamet, dalam laporan BPK dari SPI (Satuan Pemeriksa Internal) Bulog disebutkan, jumlah beras yang tidak tersalur sebanyak 769 ribu ton lebih atau senilai Rp. 7 Triliun lebih. Over stok ini disebabkan Bulog mengimpor beras tahun 2018 sebanyak 1,8 juta ton atas perintah Kemendag. Padahal, stok cukup dan Bulog tidak mengirim beras Rastra ke KPM (Keluarga Penerima Manfaat) karena pemerintah (Kemenkeu) merubah kebijakan menjadi BPNT.
"KPM BPNT setelah menerima uang tidak membeli beras ke Bulog tapi ke tempat lain, sehingga beras Bulog tidak tersalurkan. Apa saran Bulog atas 20 ribu ton beras busuk ini, apakah bisa dijual untuk pakan ternak ? Daripada dibuang begitu saja ?," tanya Slamet.
Selain itu, masih kata Slamet, ada stok sekitar 100 ribu ton yang akan terjadi di depan. Pihaknya berharap, Bulog berpikir kreatif tentang ke bermanfaatan stok tersebut. "Baiknya Bulog berpikir kreatif bagaimana memanfaatkan beras yang sudah tidak layak konsumsi tersebut daripada sekedar dimusnahkan," sambungnya.
Terakhir Slamet mengatakan, maka atas kejadian itu, dirinya berencana akan mengusulkan dibentuknya pansus agar ada titik terang terkait stock beras untuk masa yang akan datang. Pansus tersebut nantinya dapat memanggil Kemendag dan Kemenkeu.
"Ada dua hal perlu didalami dalam pansus tersebut. Pertama, apa pertanggungjawaban Kemendag atas kerugian Bulog karena memerintahkan Bulog mengimpor beras padahal stock masih cukup. Kedua, perlu dipertanyakan ke Kemenkeu mengapa membuat kebijakan BPNT di saat beras di Bulog sedang over stock,” pungkasnya.