SUKABUMIUPDATE.com - Pengrajin tungku atau hawu di Kampung Pasekon RT 01/05 Desa Kademangan, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi, masih tetap bertahan, meskipun alat memasak tersebut sudah banyak ditinggalkan, semenjak program konversi minyak tanah ke gas yang dilaksanakan pemerintah tahun 2009 silam.
Tak heran jika jumlah pengrajin tungku di desa tersebut semakin berkurang, salah satunya Majid (59 tahun), sejak tahun 1997 hingga kini masih memproduksi tungku. Dalam satu hari Majid hanya bisa memproduksi sebanyak empat buah tungku saja, mengingat umurnya yang sudah tua.
BACA JUGA: Perajin Tungku Cipancur Sukabumi Kesulitan Jual Produknya
"Mulai membuat tungku pukul 06.00 WIB hingga 16.00 WIB, dari mengambil batu cadas hingga proses pembuatannya," ujarnya kepada sukabumiupdate.com, Selasa (2/4/2019).
Majid mengaku terkadang menemukan kendala, lantaran bahan baku untuk pembuatannya berupa batu cadas dengan kualitas yang bagus sudah sulit didapatkan. Bahkan jika tidak ada bahannya Majid tidak membuat sama sekali.
"Kalau ada batu cadas yang bagus hanya bisa produksi satu sampai tiga buah, kadang kalau tidak hati - hati juga membuatnya atau membawa ke pinggir jalan bisa pecah," keluhnya.
Tungku buatan Majid ini tak dijual secara langsung ke pembeli, namun dibeli oleh pengepul dengan harga Rp 25 ribu, tetapi jika membelinya langsung darinya Rp 30 ribu. Sehingga penghasilannya tidak menentu tergantung berapa tungku yang ia buat.
"Kebanyakan sama pengepul diambil ke sini. Apalagi kalau mengambil uangnya dulu untuk keperluan di lokasi untuk keperluan beli bako atau obat hanya Rp 10 ribu," lirihnya.
Majid mengaku terpaksa bertahan membuat tungku, lantaran tidak punya kegiatan lain selain itu untuk bertahan hidup memenuhi kebutuhan sehari hari. "Kalau istri empat tahun lalu sudah meninggal, rumah pun sudah pada bocor, capek juga dipaksakan," ungkapnya.