SUKABUMIUPDATE.com - Usaha budidaya Ulat Sutra tak begitu banyak digeluti para pelaku bisnis, khususnya di Sukabumi. Padahal, budidaya ulat pemakan daun murbei ini tergolong memiliki peluang yang tinggi.
Seperti yang dilakukan Darma (62 tahun), warga Kampung Kebon Tengah, Desa Kerta Angsana, Kecamatan Nyalindung. Darma sudah 2 tahun menggeluti usaha ini.
BACA JUGA: Para Janda di Kampung Ciminut Sukabumi Kesulitan Jual Keranjang
Darma merasa terbantu dengan usaha ini karena nilai ekonomisnya lumayan tinggi. Satu kilogram kepompong, bisa dijual seharga Rp 40 ribu.
"Alhamdulillah bisa menghidupi keluarga, dan tidak terlalu sulit juga merawatnya," ujar Darma ditemui sukabumiupdate.com, Sabtu (7/4/2018).
Darma memperoleh telur ulat sutra dari salah satu pelaku usaha serupa di Cisaat. Ia pun dibimbing hingga mahir. Ia berharap ada warga lain yang mengikuti jejak bisnisnya.
Budidaya ulat sutra, menurut Darma, tergolong mudah. Telur ulat sutera membutuhkan waktu sekitar 10 hari untuk menetas. Setelah itu akan menjadi ulat hingga kepompong mentah di usia 10 hingga 28 hari.
Ulat yang telah berubah menjadi kepompong itu kemudian dipintal menjadi benang sutra. Dari satu kepompong bisa didapat benar sutra, bisa didapat helaian benang sepanjang 300 meter hingga 900 meter. Serat atau benang sutra yang dipintal memiliki diameter sekitar 10 mikrometer.
BACA JUGA: Wow! Harga Tepung Aci di Pasar Cicurug Sukabumi Melonjak Hampir 400 Persen
Yang harus diperhatikan, yakni untuk ketersediaan pakan. Ulat sutra termasuk hewan yang rakut, mulutnya tak berhenti mengunyah. Ini merupakan kendala petani, karena ulat sutera hanya memakan daun murbei, tak bisa diganti dengan daun lain.