SUKABUMIUPDATE.com - Kampung Cigintung, Desa Gunungsungging, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi dulunya merupakan sentra pembuatan perabotan rumah tangga berbahan tanah liat atau gerabah.
Namun kini hanya ada satu perajin saja yang masih mempertahankan usaha itu, mereka adalah pasangan suami istri Adim (52 tahun) dan Nina (42 tahun). Dirumahnya di RT 02/05 Kampung Cigintung , Pasutri ini menghasilkan sejumlah barang seperti cobek, wajan, piring, gelas, juga pembakar daging. Semuanya berbahan tanah liat.
Nina menekuni pekerjaan ini sejak kecil karena orangtunya yang juga merupakan pengrajin gerabah. Sehingga ilmu ini merupakan warisan secara turun temurun.
BACA JUGA:Â Kreatif, Pasutri Asal Waluran Kabupaten Sukabumi Manfaatkan Limbah jadi Rupiah
"Ini usaha turun temurun termasuk ilmunya," ujar Nina.
Sukabumiupdate.com melihat langsung cara pembuatan sebuah piring. Diawali dari tanah liat yang banyaknya sekitar dua genggaman tangan kemudian ditaruh diatas mesin putar.
Nina sudah tak ragu-ragu lagi soal takaran adonan tanah liat. Dia sudah menghitung kebutuhan tanah liat dengan ukuran serta bentuk barang gerabah yang dikehendakinya.
BACA JUGA:Â Olahan Abon Ikan Marlin Perempuan Cipatuguruan Kabupaten Sukabumi Rambah Pasar Singapura
Kedua tangan bekerja, satu tangan memutar alat dan satunya lagi membentuk. Adonan tanah liat harus dalam kondisi basah, apabila kering maka akan sulit untuk membentuknya.
Tak lama, satu piring pun sudah jadi dan selanjutanya masuk ke tahap pengeringan.
Kesibukan juga nampak dari Adim yang mondar-mandir mengangkut tanah liat dan kayu bakar. Tanah liat dan kayu bakar itu diambil dari bukit yang berada tak jauh dari rumah produksi gerabah.
BACA JUGA:Â Menggiurkan, Begini Prospek Bisnis Kapulaga di Waluran Sukabumi
Untuk pengeringan dilakukan di sebuah tungku kayu bakar. Dibutuhkan waktu 10 sampai 12 jam untuk membakar gerabah hingga mencapai hasil yang sempurna.
Produk kerajinan yang dihasilkannya ini dijual dengan cakupan wilayah yang sebatas Surade saja. Ada keinginan untuk menjualnya ke wilayah yang lebih luas lagi tapi terbentur sarana alat angkut yaitu tidak memiliki kendaraan.
Harga produk bervariasi, berkisar Rp 3 ribu hingga 20 ribu karena menyesuaikan dengan ukuran dan tingkat kesulitan.
BACA JUGA:Â Pasar Rakyat, Cara Kreatif Desa Tenjolaya Sukabumi Gerakan Ekonomi Masyarakat
Pasutri perajin barang berbahan dasar tanah liat ini memiliki tiga orang anak. Hanya saja, tiga anaknya kurang minat menekuni usaha tersebut. Sebagai orangtua, mereka pun tidak bisa memaksakan kehendak anak-anaknya.
Meskipun barang tanah liat sulit bersaing dengan produk modern yang berbahan aluminium dan plastik, namun Nina memiliki keyakinan usahanya tetap bertahan karena menjadi bagian dari seni tradisional.