SUKABUMIUPDATE.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melarang keterlibatan lembaga jasa keuangan di Bali dalam pemanfaatan dan pemasaran mata uang digital, salah satunya Bitcoin, karena tidak memiliki legalitas dari Bank Indonesia (BI).
"Karena itu berisiko tinggi, lembaga keuangan yang diatur OJK dilarang terlibat dengan Bitcoin," kata Kepala OJK Regional Bali dan Nusa Tenggara Hizbullah di Denpasar, Senin, 22 Januari 2018.
Menurut Hizbullah, lembaga jasa keuangan seperti perbankan, apabila terlibat hingga ikut memperjualbelikan Bitcoin, akan dikenai sanksi. "Sanksinya bergantung pada kesalahannya, bisa berat, bisa ringan," ucap Hizbullah.
Meski demikian, hingga saat ini, belum ada laporan atau temuan bahwa lembaga jasa keuangan, khususnya yang beroperasi di Bali, terlibat dalam sistem mata uang digital tersebut.
OJK, ujar dia, tidak memiliki kewenangan terkait dengan Bitcoin karena OJK mengawasi tindak tanduk lembaga keuangan, seperti perbankan, pasar modal, asuransi, dan lembaga pembiayaan.
Hizbullah menuturkan Bitcoin tidak memiliki dasar yang kuat sebagai mata uang, tidak seperti mata uang rupiah yang merupakan mata uang sah sebagai sistem pembayaran di Indonesia yang dikeluarkan Bank Indonesia.
Begitu juga mata uang sah negara lain, seperti dolar Amerika Serikat yang diterbitkan bank sentral negara itu, The Fed, yen dari Jepang, dan euro dari Uni Eropa.
Selain itu, Bitcoin, kata dia, tidak ada penanggung jawabnya, nilai berfluktuatif yang tidak wajar, dan pelaku yang melakukan transaksi tidak jelas.
Sumber: Tempo