SUKABUMIUPDATE.com - Hihid (kipas), boboko (bakul nasi), aseupan (tempat menanak nasi), ayakan (saringan) dan nyiru (tampah) pasti tak asing lagi didengar. Peralatan rumah tangga berbahan dasar kulit bambu yang dibuat dengan cara dianyam ini dipastikan ada di setiap dapur. Bisa jadi, peralatan itu dibuat oleh Ibu-ibu di Kampung Cisuren Desa Jaga Nukti Kecamatan Surade.
Setiap hari, ibu di kampung Cisuren ini memproduksi setidaknya 300 buah anyaman dengan berbagai bentuk dan ukuran. Kerajinan anyaman ini adalah keterampilan turun-menurun dari nenek moyang yang hampir berlangsung puluhan tahun.
BACA JUGA:Â Kerajinan Bambu Pangleseran Cikembar Berjuang Mencari Pasar
Dari hasil kerajinan tangannya, para kaum ibu di kampung ini dapat memperoleh penghasilan yang lumayan untuk menutupi kebutuhan ekonomi. Barang yang dibuat ini dijual ke pengepul dengan kisaran harga Rp 6 ribu hingga Rp 15 ribu.
"Saya senang dapat membantu suami mencari nafkah, alhamdullilah ada buat sehari hari," ucap Rosih (45 tahun) pada sukabumiupdate.com (3/1/2017).
BACA JUGA:Â Diminati Warga Asing, Kerajinan Berbahan Limbah di Kecamatan Cikole
"Alhamdulillah kegiatan kami positif setiap harinya, karena kami kumpul sambil menganyam,"sahut Titin (35 tahun).
Saat kaum ibu menganyam, para bapak mempunyai tugas mencari bambu dihutan sekitar desa, tak jarang mereka juga membelinya dari pemilik bambu dari desa tetangga.
Peran pengepul sangat penting karena membantu pemasaran barang hasil produksi ke pasar-pasar tradisional.
BACA JUGA:Â Limbah Tanah Jadi Kreasi Seni Bernilai Ekonomi, Karya Wanita Karang Tengah Kabupaten Sukabumi
"Alhamdullilah dalam pemasaran saya di bantu beberapa pedagang dari seluruh daerah di Kabupaten Sukabumi", ungkap Euis (45 tahun) pengepul kerajinan anyaman tersebut.
Kerajinan Anyaman ini sampai saat ini tetap mereka lestarikan di Kampung Cisuren. Selain untuk membantu perekonomian keluarga kerajinan ini juga mempertahankan kearifan lokal khas daerah.