SUKABUMIUPDATE.com - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan tidak bakal menaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) Gula. Pasalnya, dia menilai dengan HET yang ditetapkan sekarang, yaitu Rp 12.500 per kilogram sudah memberikan marjin yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan biaya pokok produksinya. “Saya bilang tidak mungkin saya naikkan (HET gula), karena marjinnya sudah terlalu besar,†kata dia di Plaza Indonesia, Rabu, 30 Agustus 2017.
Enggar berujar saat ini biaya produksi di pabrik gula tebu swasta yang memiliki perkebunan tebu sendiri hanya sebesar Rp 6.000 per kilogram. Sementara, untuk pabrik gula yang mesti membeli tebu, diperhitungkan maksimal Rp 8.000 per kilogram. “Untuk raw sugar yang diolah menajdi gula kristal putih berkisar Rp 8.000 sampai Rp 8.500 per kilogram,†dia menjelaskan.
Petani tebu melakukan demonstrasi menuntut pemerintah menaikkan HET gula menjadi Rp 14 ribu per kilogram. Sebab, mereka menilai saat ini mereka tidak dapat memperoleh keuntungan lantaran biaya produksi yang perlu dikeluarkan adalah sekitar Rp 10 ribu per kilogram.
Solusi yang perlu dilakukan, kata Enggar, bukanlah menaikkan HET gula, melainkan dengan melakukan revitalisasi dari fasilitas pabrik gula milik Badan Usaha Milik Negara. Dengan melakukan revitalisasi, diharapkan pekerjaan mesin tersebut menjadi lebih efisien dan dapat menekan ongkos produksi yang terlampau tinggi saat ini.
 “Sebab kalau itu Harga Eceran Tertinggi gula dinaikkan, rakyatlah yangg harus menanggung beban akibat ketidakefisienan dari sekelompok perusahaan. Apakah adil 258 juta rakyat Indonesia harus menanggung ketidakefisienan pabrik gula. Enggak adil kan?†kata dia.
Sementara mengenai impor gula, kata Enggar, adalah demi memenuhi kebutuhan masyarakat. Dia menyebut produksi gula yang ada saat ini, baik BUMN maupun swasta, baru mencapai 2,2 juta ton, sementara kebutuhannya adalah 3,3 juta ton. “Jelas ya selisihnya. Jadi memenuhi  kebutuhan  itu dari impor. Kalau tidak, mau darimana lagi?†Enggar menjelaskan.
Sumber:Â Tempo