SUKABUMIUPDATE.com - Indonesia Port Watch (IPW) menilai Kementerian BUMN tak mampu menyelesaikan kisruh perpanjangan kontrak Jakarta International Container Terminal (JICT), yang berujung pada aksi mogok serikat pekerja JICT pada pekan lalu.
"Nyatanya Kementerian BUMN tidak dapat menangani mogok JICT sesuai dengan arahan Presiden Jokowi," ujar Presiden IPW Syaiful Hasan, Senin, 14 Agustus 2017.
Syaiful mengungkapkan, dalam surat Deputi Bidang Hubungan Kelembagaan dan Kemasyarakatan Nomor B-3785/Kemensetneg/D-2/SR.02/08/2017 tertanggal 7 Agustus 2017, tertera jelas Kementerian BUMN diminta melakukan penanganan aksi mogok JICT sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut Syaiful, Kementerian BUMN dinilai lalai dalam fungsi pengawasan karena dugaan pelanggaran undang-undang oleh Direksi BUMN, dalam hal ini PT Pelindo II, dan anak perusahaan BUMN, yakni Direksi JICT.
"Faktanya, dari sisi Undang-Undang Ketenagakerjaan, Direksi JICT telah melakukan penutupan perusahaan (lock out) hanya beberapa jam sebelum mogok JICT dimulai," ucapnya.
Padahal, kata Syaiful, dalam Pasal 148 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dinyatakan: "Pengusaha wajib memberitahukan secara tertulis kepada pekerja dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum penutupan perusahaan dilaksanakan.â€
Selain itu, dalam Pasal 146 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ayat 2 dinyatakan pengusaha tidak dibenarkan melakukan lock out sebagai tindakan balasan sehubungan tuntutan normatif serikat pekerja.
Berdasarkan Pasal 143 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, tindakan balasan Direksi JICT berupa pemberian surat peringatan 1 saat mogok dianggap sepihak dan prematur karena belum ada keputusan pengadilan yang menyatakan mogok JICT tidak sah.
"Apalagi surat peringatan 2 tetap dilayangkan sehari setelah mogok JICT dihentikan," tutur Syaiful.
Sumber: Tempo