SUKABUMIUPDATE.com - Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo ikut menanggapi cuitan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI di twitter, saat komika Raditya Dika mengunggah fotonya bersama Raffi Ahmad dan mobil super bermerek Koenigsegg.
Menurut Yustinus, yang dilakukan Ditjen Pajak di tahun berjalan 2017 merupakan saat yang tepat bagi mereka untuk menyisir obyek pajak yang diperkirakan belum dihitung pajaknya. Adapun kata dia, apabila Raffi Ahmad membeli mobil itu pada 2017, maka hal itu belum dihitung dalam SPT 2016, namun harus dicantumkan dalam SPT 2017 untuk keperluan pengenaan Pajak Penghasilan (Pph) di 2018.
“Ini bagus ya, jadi Dirjen Pajak harus mulai aktif menyisir informasi seperti ini, untuk mencocokkan apakah profil harta sejalan dengan penghasilannya. Ini bisa diimbau dengan surat pemberitahuan,†tutur Yustinus Prastowo saat dihubungi Tempo, Sabtu (5/8/2017).
Yustinus menuturkan, dalam pajak sebenarnya penghasilan diukur dalam dua hal, yakni sebagai konsumsi yakni untuk makan, minum, rekreasi, dan lain-lain, dan penghasilan yang menjadi harta kekayaan. Karena itu, pajak yang dibayar atas penghasilan harusnya sebanding dengan kekayaan yang dimiliki oleh wajib pajak. Hal itulah yang harus dicocokkan oleh petugas pajak, apakah pajak yang dibayarkan atas penghasilan Raffi Ahmad sebanding dengan kekayaan yang ia miliki. Adapun jumlah besaran pajak penghasilan atau Pph sebesar 30 persen.
“Itu yang sebenarnya harus dicocokkan, apakah sama dengan profil penghasilannya. Karena itu kan harta yang belum dipajaki penghasilannya, itu berarti akan menjadi obyek pajak penghasilan (Pph), sebesar 30 persen,†ucap Yustinus.
Sebagai informasi, dalam tayangan YouTube yang diunggah oleh Raditya Dika, terlihat bahwa Raffi Ahmad memiliki tiga mobil mewah yakni Lamborgini, Rolls Royce, dan Koenigsegg. Menurut Yustinus, sudah atau belumnya mobil itu dipajaki dapat dilihat dari laporan SPT Raffi di tahun-tahun sebelumnya, dan kapan ia membeli mobil tersebut.
“Kalau Raffi Ahmad lapor SPT 2016 dan belum mencantumkan tiga mobil itu, ini kan ketahuan. Berarti wajib pajak cukup kirim surat untuk klarifikasi dan Raffi Ahmad membuktikan, apakah mobil yang sekarang dibeli itu bersumber dari penghasilan yg telah dibayar pajaknya. Kalau belum, dia ditagih, dan disuruh membayarkan pajak penghasilannya 30 persen (dari harta yang belum dilaporkan,†ucap Yustinus.
Dia menambahkan, untuk melihat berapa besaran pajak mobil mewah itu akan dihitung melalui pembanding, yakni harga di pasaran. Kantor Pajak tinggal mencocokkan kapan mobil super itu dibeli Raffi Ahmad. Bila ia membeli di 2017, maka belum dihitung sebagai SPT 2016. kecuali ia berbukti membeli mobil itu di 2016 atau tahun-tahun sebelumnya dan belum dipajaki, ia bisa dikatakan sebagai pengemplang pajak.
“Setiap saat kantor pajak kapanpun bisa menagih pajaknya. Kalau Raffi Ahmad misalnya bilang gini, ‘oh ini penghasilan saya di 2017, nanti saya laporkan di 2018’, oke itu nanti ditunggu. Tapi kalau itu dari penghasilan tahun dulu-dulu, berarti Ditjen Pajak tinggal profiling jumlahnya di SPT sama nilai mobilnya itu,†kata dia.
Sumber: Tempo