SUKABUMIUPDATE.com - Pemerintah dan Komisi Keuangan dan Perbankan DPR RI hari ini menyepakati asumsi makro Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018 untuk indikator makro pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,2-5,6 persen. Kesepakatan itu nantinya akan dibawa ke Badan Anggaran DPR untuk kembali didiskusikan.
Keputusan ini diambil berdasarkan beberapa masukan dan pertimbangan dari pemerintah, yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dan Ketua BPS Suhariyanto, serta masukan berbagai fraksi di DPR.Â
Di samping menyatakan optimistis tahun depan dapat meraih pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, namun di sisi lain pemerintah juga harus mengutamakan unsur kehati-hatian dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal 1 2017 sebesar 5,02 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan awalnya pemerintah mengusulkan pertumbuhan ekonomi antara 5,1-5,5 persen, konsisten dengan apa yang ditentukan Bank Indonesia dengan batas bawah 5,1 persen. Ia menginginkan agar batas atas dapat dinaikkan menjadi 5,6 persen untuk memberikan rasa optimisme.Â
“Saya setuju untuk menambah pertumbuhan ekonomi tidak hanya bertumpu pada APBN, tetapi juga kebutuhan meningkatkan pajak, dan juga fokus dari pemerintah sehingga Indonesia tak harus mendanai pembangunan dari utang. Karena itu kami akan terus melakukan reformasi di didang perpajakan, dan kami harap bisa tepat,†tutur Sri Mulyani dalam rapat kerja Asumsi Makro Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018 di Komplek Parlemen Senayan, Selasa (13/6).
Dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi itu, Sri Mulyani mengatakan tidak akan menambah target pajak, namun mencari apa saja potensi dan membaca seluruh sektor ekonomi yang tumbuh baik pada tahun ini. Kemudian akan dicari sisi compliancenyam apakah dari sektor atau dari pelaku. Adapun dari masing-masing Kantor Wilayah dan Kantor Perwakilan Pajak, mereka juga berkewajiban untuk melihat ekonomi di masing-masing daerahnya.Â
Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, untuk tingkat kemiskinan, pertama kalinya diturunkan batas bawahnya di angka 9, yakni menjadi sebesar 9,5 persen, dengan batas atas 10 persen. Adapun gini ratio sebesar 0,38, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 71,5.
“Ini pertama kali dalam sejarah di bawah 10 persen. Meskipun kita tetap semangat menurunkan, kami tetap di range 9-10 persen. Kami tetap berupaya sebaik mungkin, tapi harus realistis,†ucap Bambang.
Sumber: Tempo