SUKABUMIUPDATE.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pihaknya akan segera menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) menyusul telah diterbitkan dan diundangkannya peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.Â
"PMK ini untuk memberikan petunjuk teknis pelaksanaan pertukaran informasi yang dimaksud," ujar Sri Mulyani, dalam rapat kerja bersama Komisi Keuangan DPR, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (29/5).
Sri Mulyani menyebutkan beberapa hal yang akan diatur dalam PMK itu di antaranya meliputi penjelasan mengenai objek yang harus dilaporkan sesuai common reporting standards (CRS), penjelasan prosedur identifikasi data keuangan yang sesuai CRS, penjelasan pihak yang harus melaporkan, penjelasan mengenai kerahasiaan data Wajib Pajak (WP), dan mekanisme pengenaan sanksi atas pihak yang melanggar kewajiban melapor.Â
Seperti diketahui, Perppu Nomor 1 tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan, berdasarkan ketetapan Presiden Joko Widodo telah diundangkan pada 8 Mei 2017 lalu. Dan Perppu tersebut juga telah dikoordinasikan dengan lembaga terkait seperti Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
Adapun ruang lingkup dari Perppu tersebut meliputi kewenangan DJP untuk mendapatkan akses informasi keuangan untuk kebutuhan perpajakan, baik secara domestik dan internasional. Kemudian kewenangan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk meminta data dan kewenangan Menteri Keuangan untuk bertukar informasi dengan negara lain, baik secara otomatis atau berdasarkan permintaan, serta perlindungan hukum bagi yang melaksanakan Perppu, dan sanksi bagi yang tidak melakukan kewajiban Perppu.
Sri Mulyani menuturkan Perppu tersebut merupakan implementasi dari kebijakan pertukaran data secara otomatis untuk keperluan perpajakan atau Automatic Exchange of Information (AEoI) oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).Â
Indonesia nantinya akan dapat memperoleh informasi keuangan milik WP Indonesia yang disimpan di luar negeri dan belum diungkapkan dalam program pengampunan pajak atau tax amnesty, yang diimplementasikan pada 2018 mendatang.
"Untuk itu Indonesia harus punya legislasi primer dan sekunder paling lambat dilakukan 30 Juni 2017," ucap Sri Mulyani. Jika Indonesia gagal mengambil langkah tepat dan cepat untuk memenuhi legislasi tersebut, maka menurut Sri Mulyani akan merugikan Indonesia sendiri.Â
Kerugian itu di antaranya adalah Indonesia akan dianggap sebagai negara yang tidak kooperatif dan transparan, serta berpengaruh pada penilaian internasional. "Indonesia akan dianggap setara dengan tax havens, tempat pencucian uang, dan penyimpanan dana terorisme."
Â
Sumber: Tempo