SUKABUMIUPDATE.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menceritakan pertemuannya dengan Presiden Standard & Poors (S&P), John Berisford, di Washington, Amerika Serikat, pada April lalu. Menurut Luhut, bos salah satu lembaga pemeringkat internasional tersebut sempat menanyakan Pilkada DKI Jakarta.
"Apakah pilkada Jakarta telah mengubah Indonesia menjadi radikal? Topik ini menjadi perhatian internasional. John adalah salah satu yang menanyakannya langsung ketika kami bertemu di Washington bulan lalu. Pertanyaan tersebut saya jawab dengan, tidak," kata Luhut dalam keterangan tertulisnya, Kamis (25/5).
Luhut pun menjelaskan kepada John bahwa strategi pembangunan pemerintah Indonesia tidak mengacu pada pertumbuhan ekonomi semata. Dia menuturkan bahwa pertumbuhan ekonomi juga harus merata di seluruh wilayah. "Hal ini penting karena radikalisme adalah buah dari kemiskinan dan ketidakadilan," ujarnya.
Menurut Luhut, salah satu program pemerataan yang sudah dijalankan pemerintah adalah pendistribusian dana desa ke lebih dari 74 ribu desa di seluruh Indonesia. Melalui program tersebut, dia menyatakan bahwa kesenjangan telah berkurang. "Tapi pemerintah butuh uang untuk tetap terus menjalankannya," kata Luhut.
Salah satu jalan mendapatkan uang, Luhut menuturkan, adalah melalui investasi. Untuk dapat lebih dipercaya investor dunia, kata dia, status investment grade dari S&P menjadi penting. "Salah satunya untuk menurunkan cost of fund. Masalahnya, rating Indonesia bulan lalu masih BB+, hanya satu notch di bawah investment grade," ujarnya.
Melihat kondisi tersebut, Luhut pun mengembalikan pertanyaan John sebelumnya dengan berkata, "Jadi, kalau kamu tidak kasih investment grade ke Indonesia, kamu sama saja membantu menghidupkan radikalisme di Indonesia." Mendengar hal itu, John terloncat dan menjawab Luhut, "Oke, I will evaluate."
Pekan lalu, Indonesia akhirnya memperoleh status investment grade dari S&P. Menurut Luhut, transformasi Indonesia juga ditandai dengan cadangan devisa yang tembus US$ 124 miliar, tertinggi sejak Indonesia berdiri. "Laporan keuangan pemerintah mendapat opini wajar tanpa pengecualian dari BPK, pertama sejak 2002. Ini semua hasil kerja keras pemerintah."
Â
Sumber: Tempo