SUKABUMIUPDATE.com - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengeluarkan larangan iklan rokok di televisi selama Ramadan. Menurut Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, pelarang tersebut juga berkaitan dengan momen Hari Tanpa Tembakau sedunia.
“Terdapat dua momen penting, pertama puasa Ramadan, pada (27/5), kemudian peringatan Hari Tanpa Tembakau (HTTS) sedunia, yang rutin diperingati pada 31 Mei,†ujar Tulus dalam pesan tertulisnya, Selasa (16/5).
Tulus menyayangkan pemerintah masih mengizinkan iklan rokok tayang di televisi. Padahal, sebagian besar negara di dunia sudah melarang secara total iklan rokok di televisi.
Negara Eropa Barat, misalnya, sudah melarang penayangan iklan rokok sejak 1960 dan Amerika Serikat sejka 1973. Selain itu, negara-negara penghasil tembakau terbesar di dunia, seperti Cina, India, Brasil, Bangladesh, Jepang juga telah melarang iklan rokok.
“Saat ini, Indonesia satu-satunya negara di dunia yang masih melegalkan iklan rokok di televisi,†ujar Tulus.
Adanya regulasi yang memperbolehkan penayangan iklan pada pukul 21.30-05.00, justru dinilai Tulus akan berdampak pada anak-anak dan remaja yang menonton televisi pada saat makan sahur. Bukan tidak mungkin, mereka akhirnya terpapar iklan rokok yang ditayangkan pada jam santap sahur itu.Â
Selain itu, Tulus menuding industri rokok juga melakukan iklan atau promosi terselubung pada jam-jam prime time, seperti menjelang buka puasa, dengan dalih iklan korporat, bukan iklan produk. “Ini jelas bentuk pengelabuan pada publik. Sebab nama perusahaan rokok di Indonesia sama dengan nama merek produknya.â€Â
Tulus menambahkan mengiklankan rokok dan menjadi sponsor acara keagamaan di televisi juga sebuah tindakan yang tidak etis. YLKI meminta para penceramah atau pengasuh acara di televisi saat Ramadan, untuk menolak jika acara tersebut disponsori rokok, baik secara terang-terangan atau terselubung.Â
Selain mematuhi regulasi, Tulus menilai seharusnya industri rokok juga menjunjung etika dalam berbisnis dan memasarkan produk rokoknya. Bukan hanya mengeruk untung lewat racun adiksi pada rokok yang dipasarkan.
Â
Sumber: Tempo