SUKABUMIUPDATE.com - Pelaku usaha pengalengan ikan di Bitung, Sulawesi Utara, mengusulkan agar diizinkan mengimpor bahan baku menggunakan kapal tramper agar lebih efisien.
Sekjen Asosiasi Pengalengan Ikan (Apiki) Kota Bitung Franky Tumion mengatakan impor sesungguhnya merupakan opsi jangka pendek yang dibutuhkan untuk mengatasi kekurangan pasokan bahan baku dari lokal selama dua tahun terakhir setelah penataan transshipment dan larangan kapal eks asing beroperasi.
Pemerintah, kata dia, memang mengizinkan unit pengolahan ikan (UPI) di Bitung mengimpor. Sayangnya, realisasi impor selama ini terbentur keinginan pemerintah yang mengharuskan pengapalan menggunakan kontainer, padahal tidak efisien.
Data Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebutkan realisasi impor hasil perikanan di Bitung selama 2016 hanya 280 ton atau 0,8 persen dari izin yang diberikan sebanyak 21.750 ton.
“Kalau kami pakai kontainer, kualitasnya enggak terjamin. Itu restuffing berapa kali?†kata Franky, Kamis, 11 Mei 2017.
Sebagai contoh, tutur Franky, kapal penangkap berbendera Filipina yang mempunyai area penangkapan (fishing ground) di Samudra Pasifik harus membongkar hasil tangkapannya untuk dimuat di kapal penampung.
Kapal penampung itu lalu kembali ke negeri asal, kemudian ikan dibongkar dan dimuat ke kapal kontainer. Kapal kontainer itu lantas masuk ke Indonesia dan berlabuh di pelabuhan-pelabuhan besar di Jakarta, Surabaya, atau Makassar karena perusahaan-perusahaan pelayaran besar tak singgah di Bitung.
Dari salah satu kota besar itu, ikan kemudian dipindahkan ke kontainer lokal untuk diangkut ke Bitung. Proses ini dipandang Apiki Bitung tidak efisien dari segi waktu ataupun biaya serta merusak mutu karena ikan dibongkar beberapa kali.
Sumber: Tempo