SUKABUMIUPDATE.com - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan telah berkoordinasi dengan Polri dan TNI Angkatan Laut tentang penanganan hukum dari kapal MV Chuan Hong 68. Kedua lembaga ini akan memproses hukum pelanggaran kapal tersebut dari dua sisi berbeda.Â
"Karena tindak pidana terkait dengan cagar budaya merupakan wewenang polisi," kata Susi Pudjiastuti saat ditemui di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat, Jumat (5/5).Â
Susi Pudjiastuti menuturkan jika memang saat penyidikan ditemukan kejahatan korporasi, maka hal itu akan ditangani pula oleh kepolisian. "Kami akan tegakkan hukum ke siapa pun," tutur Pudjiastuti.
Wakil Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Madya Achmad Taufiqoerrachman mengatakan kapal MV Chuan Hong melanggar sejumlah aturan di Indonesia. Salah satunya adalah undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran karena beroperasi di wilayah Indonesia tanpa izin.
Taufiq melanjutkan kapal itu juga melanggar undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya, karena melakukan aktivitas pencarian cagar budaya atau yang diduga cagar budaya, barang-barang di bawah air, benda muatan kapal tenggelam, dan/atau pengangkatan kapal tanpa izin.
Kemudian kapal itu juga melanggar undang-undang nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian, di mana 20 awak kapal masuk ke wilayah Indonesia tanpa melewati pemeriksaan imigrasi. Terakhir adalah melanggar ketentuan KUHP, karena dengan sengaja melarikan diri yang menggagalkan petugas memeriksa kapal untuk keperluan penyelidikan tindak pidana.
Kepala Koordinator Polisi Air Udara Inspektur Jenderal M. Chaerul mengatakan pihaknya akan mengejar dari sisi benda muatan kapal tenggelam yang tercantum di UU 11 tahun 2010. "Kalau masalah kelautan dan perikanannya itu diurus TNI AL."
Chaerul menyatakan jika yang bersalah adalah korporasi, maka tetap akan dikejar siapa yang memberikan perintah ke nahkoda kapal melakukan pengerukan tersebut. Jika nantinya perusahaan itu diketahui berdomisili di luar negeri, pihaknya siap bekerja sama dengan Interpol.
Diketahui untuk tindakan kapal itu yang diduga melanggar UU nomor 11 tahun 2010 memiliki ancaman hukuman sebesar 3-10 bulan penjara dan denda sebesar Rp 150 juta sampai Rp 1 miliar. Ini diatur di pasal 103 undang-undang tersebut.
Sedangkan di undang-undang nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian, awak kapal diduga melanggar pasal 9 dengan ancaman hukuman maksimal 1 tahun penjara dengan denda maksimal sebesar Rp 100 juta.Â
Â
Sumber: Tempo