SUKABUMIUPDATE.com - Bank Indonesia (BI) berupaya menjaga kondisi likuiditas perbankan agar tetap longgar. Berdasarkan catatan BI likuiditas perbankan Indonesia saat ini cukup, tampak dari rasio kecukupan modal (CAR) yang berada di level 22-23 persen.
"Kondisi likuiditas cukup banyak sekali, salah satunya kita lihat dari operasi moneter di mana jumlah dana yang ditanam perbankan sekarang sekitar Rp 430 triliun cadangannya," ujar Deputi Gubernur BI, Erwin Rijanto, dalam Seminar Nasional Stabilitas Sistem Keuangan, di The Anvaya Hotel, Kuta, Bali, Kamis (4/5).
Meskipun demikian, Erwin mengatakan terdapat risiko likuiditas global yang perlu diwaspadai terkait kebijakan perekonomian Amerika Serikat (AS). Di antaranya rencana menaikkan suku bunga acuan Bank Sentral AS atau Fed Funds Rate sebanyak dua kali lagi tahun ini, serta rencana normalisasi neraca (balance sheet) AS.Â
"Dulu AS mengatasi permasalahan krisis dengan melakukan quantitative easing, kalau balance sheet dikeluarkan kembali otomatis mereka akan melepaskan surat berharga yang dimiliki The Fed," katanya.
Hal itu akan mempengaruhi kondisi perekonomian nasional, terutama jika perbankan dan korporasi Indonesia terlalu banyak melakukan pinjaman di luar negeri. Sebab, ketika AS menjalankan kebijakannya tersebut, likuiditas global kata Erwin akan mengering dan seluruh dana kembali ke AS.Â
Erwin menuturkan untuk memitigasi risiko tersebut, BI telah menempuh sejumlah langkah di antaranya mengeluarkan ketentuan terkait dengan kehati-hatian dalam melakukan pinjaman luar negeri. "Yang boleh pinjam harus perusahaan dengan rating baik, untuk jumlah pinjaman tertentu harus melakukan hedging."
Namun, menurut Erwin tidak perlu ada kekhawatiran berlebihan sehubungan dengan dampak kebijakan ekonomi AS tersebut. Terlebih, kondisi perekonomian domestik kini sudah lebih kuat dan stabil.
"Beberapa kali The Fed menaikkan suku bunga, BI nggak perlu ikut mengubah 7 Days Repo Rate, kurs jadi turun karena capital inflow yang malah meningkat," ucapnya.
Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Filianingsih Hendarta mengatakan status stabilitas sistem keuangan di bawah protokol manajemen krisis BI saat ini masih sangat aman. Indikator dalam protokol itu di antaranya adalah tekanan nilai tukar rupiah dan tabilitas sistem keuagan. "Semua statusnya masih hijau," ujarnya.
Menurut Fili, jika dibandingkan dengan likuiditas perbanka negara lain seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand, perbankan Indonesia sangat memadai. "Kenapa CAR kita tinggi karena kita belajar dari krisis di masa lalu, sehingga perbankan kita cukup kuat, permodalan tinggi dan likuiditas ample."
Fili menjelaskan salah satu ketentuan terbaru BI untuk memudahkan perbankan mengelola likuiditas adalah menetapkan Giro Wajib Minimum (GWM) Averaging pada Juli mendatang. Saat ini perbankan wajib menyetorkan GWM senilai 6,5 persen kepada BI, di mana 1,5 persen dari jumlah itu akan diberikan kewenangan untuk mengatur secara rata-rata.
"Jadi dia tidak harus setiap hari menjaga 6,5 persen, tapi tidak boleh juga kurang dari 5 persen, jadi yang tadinya untuk GWM bisa dia gunakan untuk yang lain," katanya. Sehingga perbankan diharapkan dapat memiliki kelonggaran likuiditas dan secara keseluruhan mendorong pendalaman pasar keuangan.
Â
Sumber: Tempo