SUKABUMIUPDATE.com - Gubernur BI Agus Martowardojo menjabarkan dinamika dan perlambatan ekonomi global sepanjang 2016. Kondisi itu memberikan tiga pelajaran penting untuk diadaptasi oleh negara berkembang, termasuk Indonesia agar mampu meningkatkan imunitas ekonomi domestik dari guncangan.
"Pertama, perlunya respons bauran kebijakan makro ekonomi antara fiskal, moneter, riil, yang tepat waktu, kedua konsisten, dan ketiga diterapkan secara disiplin," kata Agus dalam peluncuran buku Laporan Perekonomian Indonesia (LPI) 2016 di Jakarta, Kamis (27/4).
Pada 2016, Agus mencontohkan, tiga masalah besar ekonomi datang dari lemahnya pertumbuhan ekonomi global, anjloknya harga komoditas yang memukul nilai ekspor, dan juga ketidakpastian pasar keuangan karena kebijakan moneter Bank Sentral AS Federal Reserve.
Dengan tiga masalah utama tersebut, pemerintah sebagai pengendali instrumen fiskal atau belanja negara harus "mengencangkan ikat pinggang" dengan hanya meningkatkan alokasi belanja sektor produktif, tidak lagi untuk konsumtif.Â
Pemerintah juga berupaya menambah pundi pundi uang negara dengan program amnesti pajak agar konsumsi pemerintah dapat terjaga. "Sedangkan BI, sebagai otoritas moneter, stabilitator sistem keuangan dan sistem pembayaran, menggunakan instrumen bunga acuan dengan meningkatkan efektivitas dari Bank Indonesia Rate menjadi 7-Day Reverse Repo Rate," kata Agus.
Upaya tersebut untuk meningkatkan kredibilitas instrumen bunga acuan otoritas moneter terhadap permintaan di pasar keuangan. Di sisi lain, kata Agus, BI juga menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah agar daya beli masyarakat tidak tergerus.
"Selain itu penguatan koordinasi juga dilakukan dengan upaya menjaga stabilitas sistem keuangan. Salah satunya pengesahan Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK)," ujar dia .
Dengan bauran kebijakan tersebut, Indonesia dapat mencegah tekanan deras ekonomi global. Alhasil, kata Agus,Indonesia pada 2016 dapat mencapai pertumbuhan ekonomi 5,2 persen (yoy) atau lebih baik dari negara-negara lainnya.Â
Selain bauran kebijakan, pelajaran kedua dari 2016, lanjut Agus adalah penguatan koordinasi dan sinergi kebijakan dari pemerintah pusat hingga daerah yang mampu meningkatkan resiliensi dan fleksibilitas ekonomi.
Melalui bauran dan koordinasi kebijakan itu pula, kata Agus, inflasi Indonesia pada 2016 berada di bias bawah target sasaran yakni 3,02 (yoy) persen.
Selain itu, koordinasi kebijakan juga telah memperkuat fundamental ekonomi Indonesia. Alhasil, indikator Neraca Pembayaran Indonesia berbalik mencetak surplus US$ 12 miliar dan kurs rupiah terjaga di level Rp 13 ribu per dolar AS. "Sedangkan pelajaran ketiga, adalah pentingnya diversifikasi sumber ekonomi dengan melanjutkan reformasi struktural perekonomian," ujar dia.
Buku LPI adalah publikasi rutin tahunan BI yang memuat gambaran dinamika ekonomi nasional dan juga menyimpulkan pelajaran yang dapat diadaptasi untuk perumusan kebijakan di tahun berikutnya.
Â
Sumber: Tempo