SUKABUMIUPDATE.com - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) secara resmi menolak aturan baru mengenai taksi online yang diterbitkan oleh pemerintah dalam Revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016. Terkait hal itu, Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, justru meminta KPPU untuk menghormati pertimbangan yang telah diambil oleh kementeriannya.
"Kami hargai sikap itu, tapi KPPU sendiri juga harus melihat apa yang telah dipikirkan oleh Kementerian Perhubungan dalam menertibkan bisnis taksi online ini, karena seyogyanya kami juga harus dihargai," kata Budi Karya, usai mengisi acara Sarasehan Pengembangan Ekonomi Umat dan Kemaritiman Indonesia di Pesantren Luhur Al-Tsaqafah, Jakarta, Kamis (6/4).
KPPU sebelumnya telah menyurati Presiden agar Revisi Peraturan Kementerian Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 ditinjau ulang. Salah satu poin revisi yang disorot oleh KPPU adalah aturan baru yang menetapkan tarif batas bawah untuk semua angkutan umum.
KPPU menilai bahwa penetapan tarif batas bawah tersebut sama saja artinya dengan membiarkan konsumen menanggung inefisiensi operator jasa transportasi.Â
"Dengan penetapan tarif batas bawah, ongkos malah akan semakin mahal, masyarakat jadi terbebani," kata Ketua KPPU, Syarkawi Rauf, pekan lalu. Untuk itu, KPPU merekomendasikan agar pemerintah tidak perlu ikut campur mengatur tarif batas bawah taksi konvensional maupun online.
"Rekomendasi itu saya terima, tapi saya tak menutup kemungkinan kalau nanti, KPPU akan kita ajak untuk bicara, aturan tarif ini lagipula kan cuma sesaat, ada filosofi tertentu di dalamnya," kata Budi diplomatis. Ia juga mengingatkan bahwa masih ada waktu hingga tiga bulan sosialisasi aturan baru tersebut, sejak resmi diimplementasikan pada (1/4) lalu.
Pakar transportasi, Achmad Izzul Waro, menilai bahwa pengaturan tarif batas bawah pada dasarnya merupakan upaya untuk mencegah adanya aksi predatory pricing dari perusahaan taksi online.Â
"Sistemnya adalah dengan menekan harga serendah-rendahnya, mematikan usaha lawan, lalu akhirnya mereka bisa menentukan tarif sendiri dengan leluasa". Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan terlebih dahulu bahwa praktek tersebut tidak dilakukan oleh perusahaan taksi online maupun konvensional.
Â
Sumber: Tempo