SUKABUMIUPDATE.com -Â Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan aturan (POJK) tentang bank perantara. Aturan tersebut merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK).
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Nelson Tampubolon, mengatakan bank perantara merupakan alternatif penyelamatan bank jika dilanda masalah. "Dulu hanya dikenal satu jenis penyelematan yaitu penyertaan modal sementara. Sekarang ada bank perantara," kata dia di Gedung OJK, Jakarta, Rabu (5/4). Bank perantara akan berfungsi sebagai sarana pengalihan sebagian atau seluruh aset atau kewajiban bank.
POJK yang baru diterbitkan ini mengatur tentang prosedur pendirian, operasional, hingga pengakhiran bank perantara. Menurut Nelson, bank perantara berbentuk Perusahaan Terbatas (PT).
Meski berbentuk PT, bank terbatas dikecualikan dari beberapa persyaratan. Salah satunya adalah kepemilikan perusahaan. "Bank perantara hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)," kata Nelson. Pendirian perusahaan hanya bisa dilakukan setelah mendapat izin dari OJK.
Kepemilikan modal bank perantara juga tidak dibatasi atau bisa lebih dari 40 persen. Selain itu, kecukupan modal bisa kurang dari 7 persen.
Nelson menambahkan bank perantara dapat digunakan untuk menerima pengalihan aset dan/atau kewajiban lebih dari satu bank. Namun bank perantara hanya dapat menerima pengalihan dari bank asal yang memiliki kriteria tertentu. Bank perantara dapat menggunakan infrastruktur dari bank asal.
Bank perantara dapat melakukan kegiatan usaha sebagai bank umum konvensional dan syariah. Bank dapat menarik dana pihak ketiga (DPK) dan menyalurkan kredit.
Nelson mengatakan OJK tidak mengatur berakhirnya bank perantara​. "Tapi kami harapkan LPS tidak memegang bank ini terlalu lama karena LPS tidak dirancang untuk memiliki bank.
Â
Sumber: Tempo