SUKABUMIUPDATE.com – Keberadan kerajinan bata merah tradisional di wilayah Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, makin terancam. Hasil produksi usaha rakyat ini mulai tergusur dengan keberadaan beragam batu bata modern, seperti prigi atau bata putih dan jenis bata ringan.
Mad Sholeh (48), salah seorang perajin bata merah di Kampung Cibodas RT 07/07, Desa Cibodas, Kecamatan Palabuhanratu, mengeluhkan hal tersebut. Menurutnya, saat ini omset usaha yang sudah digeluti keluarga sejak puluhan tahun silam ini kian tidak menjanjikan.
"Ya sekarang banyak saingannya, saingan dengan bata putih, dan sekarang juga ada bata ringan yang bisa di beli dari toko matrial itu. "ungkap Mad Sholeh kepada sukabumiupdate.com, Minggu (4/2).
Mad sholeh menjelaskan, dari segi harga, bata merah tradisional memang kalah bersaing di pasaran karena relatif lebih mahal. “Warga sekarang yang ingin membangun rumah lebih banyak menggunakan bata putih, lebih murah karena bikinnya tidak perlu banyak tenaga kerja, lebih cepat, dan tidak perlu pembakaran,†tambahnya.
BACA JUGA:
Menjaga Tradisi Bambu ala Warga Muaradua Kabupaten Sukabumi
Cara Kreatif Komunitas Bengkers Surade Kabupaten Sukabumi Manfaatkan Waktu Luang
Terobosan Perajin Ijuk Kalibunder Kabupaten Sukabumi
Upaya Keras Perajin Batok Kalapa Kabupaten Sukabumi Belum Buahkan Hasil
Mad sholeh mengenang masa kejayaan bata merah tradisional dulu. Sebelum adanya bata putih, ia dan perajin bata merah di Cibodas justeru kewalahan melayani pesanan, baik di wilayah Palabuhanratu, bahkan hingga ke Bekasi.
“Dulu mah sampe kewalahan melayani pesanan, bahkan sampe Cikarang, Bekasi. Sekarang mah boro boro, ini juga sudah dua bulan belum ada penawaran,†keluhnya.
Harga per buah batu bata merah saat ini Rp550, sementara untuk bata mentah atau belum dibakar seharga Rp500. Karena rendahnya permintaan, harga tersebut adalah penawaran dari Mad Sholeh dan pengrajin lainnya, yang sering kali lebih rendah setelah bertransaksi dengan konsumen.
Mad Sholeh pun berusaha sekuat tenaga mempertahankan usaha ini, karena memang tidak miliki banyak pilihan mencari penghasilan. “Saya nggak tahu sampai kapan akan membuat bata merah ini, karena tidak punya pekerjaan lain. Bertahan, tapi lama-lama bangkrut juga kalau sampai sudah nggak ada yang beli,â€pungkasnya.