SUKABUMIUPDATE.com - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan mengklarifikasi kepada Wajib Pajak (WP) sehubungan dengan adanya potensi gagal repatriasi dana program pengampunan pajak atau tax amnesty yang mencapai Rp 29 triliun.
"Kami harus klarifikasi ke WP, itu angka, kan data yang belum masuk berdasarkan laporan bank gateway, bisa saja itu udah masuk dari sebelumnya," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak, Hestu Yoga Saksama, di kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta, Kamis (30/3).
Yoga menuturkan ada kemungkinan dana repatriasi itu masuk melalui skema lain, seperti crossing saham sehingga tidak tercantum laporannya di bank gateway atau data Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Ini akan kami teliti lagi."
Ihwal alasan kegagalan repatriasi itu, Yoga mengaku tidak tahu menahu. "Tanyakan ke WP, mereka nggak menyampaikan ke kita." Hanya saja DJP mencatat komitmen dana repatriasi Rp 141 triliun hingga periode dua tax amnesty lalu belum masuk ke Indonesia. Saat ini baru sekitar Rp 112 triliun dana repatriasi yang masuk. "Kami nggak tahu kenapa tidak direalisasikan mungkin ada kesulitan di negara asal harta."
Sebagai solusi, Yoga berujar WP yang benar-benar kesulitan memiliki kesempatan untuk mengalihkan repatriasi tersebut menjadi deklarasi luar negeri. "Tapi harus tambah uang tebusan dari 2 persen jadi 10 persen," katanya. Jika tidak,Â
maka harta yang harusnya direpatriasi itu akan dihitung sebagai penghasilan kena pajak di SPT 2016.
"Kami tidak tahu persis apa masalahnya, regulasi di negara lain kah atau apa, itu semua ada di WP sendiri," ujar Yoga. Sehingga, DJP pun tak dapat membantu lebih lanjut dan menghimbau deklarasi luar negeri sebagai solusi. "Ditambahin saja, kalau tidak diubah dan tidak dilaporkan malah nanti kena sanksi."
Hingga hari ini DJP mencatat total dana repatriasi sudah mencapai Rp 145,9 triliun. Sedangkan deklarasi dalam negeri mencapai Rp 3.494,89 triliun dan deklarasi luar negeri Rp 1.027,93 triliun. Pada awal program tax amnesty, repatriasi ditargetkan mencapai Rp 1.000 triliun.
Â
Sumber: Tempo