SUKABUMIUPDATE.com - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyampaikan adanya potensi gagal repatriasi dana dalam program pengampunan pajak atau tax amnesty mencapai Rp 29 triliun.
"Kami mencatat ada segitu jumlah repatriasi yang belum masuk per 31 Desember, sepertinya gagal repatriasi," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak, Hestu Yoga Saksama, di kantor pusat DJP, Rabu (29/3).
Hingga hari ini DJP mencatat total dana repatriasi (harta yang akan dibawa kembali ke Indonesia) sudah mencapai Rp 145,9 triliun. Sedangkan deklarasi dalam negeri mencapai Rp 3.494,89 triliun dan deklarasi luar negeri Rp 1.027,93 triliun. Pada awal program amnesti pajak, repatriasi ditargetkan mencapai Rp 1.000 triliun.
"Kami bekerja sebaik-baiknya, banyak faktor yang mempengaruhi tax amnesty ini, tidak semuanya mencapai target," ucap Hestu. Menurut dia, opsi penyampaian harta disesuaikan dengan preferensi WP masing-masing apakah memilih repatriasi atauÂ
deklarasi luar negeri. "Kita lihat deklarasi luar negeri kan mencapai Rp 1.000 triliun, jadi itu memang tergantung WP."
Untuk mendorong dana deklarasi luar negeri masuk ke Indonesia, Yoga menuturkan ke depan pemerintah akan mengupayakan dengan insentif dan instrumen lain non fiskal. "Misalnya dengan mempermudah investasi dan perkembangan infrastruktur," ucapnya.
Ihwal alasan kegagalan repatriasi itu, Yoga mengaku tidak tahu menahu. "Tanyakan ke WP, mereka nggak menyampaikan ke kita." Hanya saja DJP mencatat komitmen dana repatriasi Rp 141 triliun hingga periode dua tax amnesty lalu belum masuk ke Indonesia. Saat ini baru sekitar Rp 112 triliun dana repatriasi yang masuk. "Kami nggak tahu kenapa tidak direalisasikan mungkin ada kesulitan di negara asal harta."
Sebagai solusi, Yoga berujar WP memiliki kesempatan untuk mengalihkan repatriasi tersebut menjadi deklarasi luar negeri. "Tapi harus tambah uang tebusan dari 2 persen menjadi 10 persen," katanya. Jika tidak, maka harta yang harusnya direpatriasi itu akan dihitung sebagai penghasilan kena pajak di SPT 2016.
"Kami tidak tahu persis apa masalahnya, regulasi di negara lain kah atau apa, itu semua ada di WP sendiri," ujar Hestu. Sehingga, DJP pun tak dapat membantu lebih lanjut dan menghimbau deklarasi luar negeri sebagai solusi. "Ditambahin saja, kalau tidak diubah dan tidak dilaporkan malah nanti kena sanksi."
Jika sehubungan dengan regulasi di negara asal harta, Yoga mengatakan pihaknya tak bisa membantu untuk melobi karena adanya keterbatasan. Dia mencontohkan ada negara yang memang menerapkan aturan devisa ketat, tidak seperti di IndonesiaÂ
yang bisa melakukan transfer dana berapa pun jumlahnya. "Masak kami memaksakan ketentuan di negara lain," ucapnya.
Hestu menambahkan implementasi devisa ketat yang dimaksud adalah memperbolehkan uang masuk namun melarang atau membatasi uang keluar. "Kami tidak bisa melobi negara sana."
Â
Sumber:Â Tempo