SUKABUMIUPDATE.com - Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita menilai pengembangan subsektor peternakan sangat penting untuk mendukung sektor pariwisata di Bali. “Pengembangan peternakan dan kesehatan hewan di kawasan pariwisata dapat disinergikan dengan konsep agrowisata,†ucapnya dalam keterangan tertulis, Senin, 23 Januari 2017.
Ketut mengatakan tahapan pengembangan agrowisata berbasis peternakan dan kesehatan hewan sudah dimulai dengan pemilihan sentra peternakan untuk 12 ribu ekor sapi di Bali. Setelah itu, dilakukan pemberdayaan masyarakat berbasis wisata (community based tourism).
Menurut Ketut, produk pangan asal ternak yang saat ini banyak digemari, baik oleh wisatawan mancanegara maupun lokal, adalah ayam betutu. Ayam betutu sudah menjadi menu kuliner asal Pulau Bali yang paling banyak dicari dan digemari karena mempunyai cita rasa ayam lokal dengan bumbu Bali yang khas. Di samping itu, Pemerintah Provinsi Bali telah berupaya mengembangkan komoditas peternakan lain, yaitu sapi Bali.
Ketut berujar, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada ,2016 kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali mencapai 3,59 juta orang atau meningkat 22,76 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, Dinas Pariwisata Provinsi Bali menargetkan kunjungan wisatawan mancanegara ke Pulau Dewata pada 2017 mencapai 4,2 juta orang.
Ketut menuturkan, pada 2012, konsumsi daging per kapita negara-negara berkembang mencapai 32,7 kilogram. Adapun saat ini diproyeksikan mencapai 36,5 kilogram atau 100 gram per orang setiap hari. “Komoditas peternakan sapi Bali memiliki potensi besar untuk dapat dikembangkan menjadi premium meat produksi daging lokal Indonesia,†katanya.
Ketut menilai komoditas sapi Bali menjadi tumpuan harapan pada masa mendatang. Ia menyebutkan sapi Bali merupakan ternak asli Indonesia yang cepat beradaptasi, mudah dikembangbiakkan atau memiliki kemampuan produksi dan reproduksi yang sangat baik, serta mempunyai kualitas daging yang baik. Sedangkan pola pemeliharaan dilakukan secara ekstensif dan sepenuhnya mengandalkan pakan hijauan tanpa ada konsentrat dan treatment hormonal.
Untuk itu, sapi Bali dapat menghasilkan daging yang berkualitas dan dapat disetarakan dengan daging organik. Ketut menganalogikan daging sapi Bali mendekati kualitas dan rasa daging ayam kampung. “Jika daging sapi Bali terjual menyamai daging wagyu yang khusus untuk konsumsi menengah ke atas, peternak kita akan untung dan bergairah dalam menjalankan usahanya.â€
Sumber : TEMPO