SUKABUMIUPDATE.com - Wabah flu burung dilaporkan kembali merebak di beberapa negara di Asia dan Eropa, juga terjadi di Indonesia. Profesor di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga (Unair), Chairul Anwar Nidom, mengungkap itu saat dihubungi, Kamis 18 November 2021.
Nidom mengaku belum melakukan pelacakan, tapi mendapatkan informasi itu dari beberapa kolega dokter hewan. Dia menyebutkan bahwa kasus kematian unggas diduga flu burung itu ditemukan di beberapa daerah di Sulawesi, Banten, dan Jawa Barat.
“Awal bulan ini banyak mendengar terjadinya kematian unggas mirip flu burung, tapi gejala klinis dan perubahan patologisnya agak berbeda dengan flu burung yang awal,” ujar peneliti flu burung dan pernah menjadi Kepala Pusat Riset Flu Burung di Unair tersebut.
Nidom menyarankan temuan dugaan tersebut seharusnya segera diikuti dengan uji konfirmasi dengan PCR. Jika positif, dia meminta agar segera oleh laboratorium ditindaklanjuti dengan pengurutan gen atau sequencing, kemudian ditentukan karakternya.
Selain itu, untuk memeriksa apakah virus berpotensi menular ke manusia atau tidak, Nidom berujar, perlu dilakukan pengujian dengan diinfeksikan ke mamalia, misalnya monyet. Jika monyet terinfeksi, maka virus tersebut kemungkinan bisa menginfeksi manusia.
“Ini masih dugaan ya, karena kami tidak mendapatkan spesimennya, tapi dari gejala dan kerusakan organ mirip dengan flu burung,” katanya lagi.
Guru Besar Ilmu Biokimia dan Biologi Molekular Unair ini juga memperingatkan bahwa flu burung yang muncul di beberapa negara di Asia dan Eropa itu tidak seragam. Semua memiliki subtipe H5Nx, tapi ada H5N8, ada H5N1 atau H5N2. "Namun, yang diwaspadai sebetulnya bukan H5, tapi ada juga H7 dan H9," kata Nidom menambahkan.
Flu burung subtipe H5 dan H7 memiliki kemampuan infeksi yang tinggi pada ayam dan menular pada manusia. Sementara H9 berdasar dari hasil riset staf PNF 2021, meski infeksinya tidak terlalu tinggi pada ayam (kematian rendah, tapi menurunkan produksi telur), punya kemampuan menular pada manusia atau mamalia.
Yang dikhawatirkan pula, menurut Nidom, adalah infeksi virus tidak sampai menimbulkan kematian pada manusia, tapi mengganggu reproduksi wanita. “Pemerintah sebaiknya melakukan antisipasi yang tinggi dan segera koordinasi dengan Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Lingkungan Hidup untuk satwa liar. Jangan terlambat!” serunya.
SUMBER: TEMPO