SUKABUMIUPDATE.com - Raksasa teknologi Google bersama agensi riset pasar YouGov melakukan survei terhadap 13.870 pengguna internet di 11 negara Asia Pasifik. Mereka menemukan, antara lain, 3 dari 5 responden membagikan kata sandi (password) ke teman atau keluarga, khususnya untuk akun platform streaming, layanan pesan-antar makanan, dan situs e-commerce.
Product Marketing Manager Google Indonesia, Amanda Chan, menegaskan, membagikan sandi sebuah akun adalah hal yang salah. Menurutnya, berdasarkan penelitian sebelumnya, orang yang pernah melakukan itu memiliki kemungkinan 10 kali lebih besar untuk menjadi korban peretasan dan pelanggaran data.
"Dan kebocoran sandi merupakan salah satu jenis pelanggaran data,” ujar Amanda dalam acara virtual Shop Safer with Google, Rabu, 3 November 2021 dikutip dari Tempo.
Menurut Amanda, mengorbankan keamanan demi kemudahan dengan membagikan kata sandi kepada orang lain termasuk langkah yang harus dihindari pengguna internet. Langkah itu sama seperti memakai sandi yang sama di berbagai layanan dan membuat sandi yang mudah ditebak. "Kita justru membuat informasi pribadi, termasuk data pembayaran, sangat tidak aman," katanya.
Dalam survei yang bertujuan untuk mempelajari kebiasaan digital yang kurang aman itu juga disebutkan bahwa dalam transaksi online, ada 3 dari 4 orang mengaku pernah melakukan pembelian di halaman yang tidak ditandai dengan simbol aman. Dampaknya, memberikan kesempatan empuk bagi penipu untuk mencuri informasi dan memanfaatkan uang mereka.
Selain itu, 74 persen responden yang menyimpan informasi keuangan secara online juga membagikan sandi kepada teman dan keluarga. Semua kebiasaan buruk itu, Amanda berujar, mungkin telah menjadi sebab hampir 2 dari 3 responden di Indonesia pernah mengalami pelanggaran data atau mengenal seseorang yang pernah mengalami peretasan.
Namun, di tengah temuan-temuan yang kurang menyenangkan itu, ada harapan dari pernyataan niat responden untuk lebih bertanggung jawab secara digital. Ke depannya, 67 persen responden mengatakan sangat mungkin mulai menggunakan autentikasi dua langkah, bahkan jika itu tidak diharuskan.
Selain itu, ada 4 dari 5 responden juga berkata bahwa jika ada kemungkinan data dicuri, mereka akan memilih untuk segera mengubah sandi. Lalu, ada 27 persen dari mereka yang tidak ingin segera mengubah sandi, tapi memilih untuk berhati-hati, karena notifikasi pelanggaran itu sendiri mungkin juga bagian dari penipuan.
"Serta ada ada 2 dari 3 orang berkata mereka sangat mungkin mulai menggunakan layanan pengelola kata sandi, walau sekarang baru 5 persen yang melakukannya," tutur Amanda.
SUMBER: TEMPO