SUKABUMIUPDATE.com - Hampir setiap orang pasti pernah merasakan patah hati. Rasa kehilangan ditinggal kekasih, keluarga atau ditolak pujaan hati biasanya membuat orang menjadi stress. Namun pada taraf tertentu patah hati bisa menyebabkan kematian.
Merujuk penelitian Sian Harding, ahli farmakologi jantung dari Imperial College London, sekitar 2.500 orang per tahun di Inggris menderita gagal jantung mendadak karena stres, terutama pada wanita pasca-menopause. Dicampakkan atau kehilangan orang yang dicintai meningkatkan kadar dua molekul yang meningkatkan kemungkinan mengembangkan sindrom Takotsubo.
“Sindrom Takotsubo adalah kondisi serius, tetapi sampai sekarang cara terjadinya tetap menjadi misteri,” katanya dikutip dari Mirror, Ahad, 18 Juli 2021.
Sindrom Takotsubo merupakan jenis kardiomiopati non-iskemik yang dapat melemahkan otot jantung secara tiba-tiba. Pelemahan ini dipicu oleh stres secara emosional. Sindrom ini juga dikenal dengan sindrom patah hati.
Menurut Harding, stres bisa mempengaruhi seseorang untuk mengidap sindrom Takotsubo. “Stres datang dalam berbagai bentuk dan membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk memahami proses stres kronis,” ucap dia.
Para peneliti percaya di masa depan, diperlukan tes darah untuk mengukur tingkat molekul microRNAs -16 dan -26a untuk mengidentifikasi mereka yang berisiko. Metin Avkiran, pakar kesehatan dari British Heart Foundation, mengatakan temuan tersebut merupakan langkah penting menuju pemahaman yang lebih baik tentang penyakit misterius ini.
“Kami sekarang membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menentukan obat yang memblokir microRNA bisa menjadi kunci untuk menghindari patah hati,” tuturnya.
Sementara itu, dalam jurnal yang dipublikasi oleh New England Journal of Medicine dengan judul Clinical Features and Outcomes of Takotsubo (Stress) Cardiomyopathy menyebutkan di beberapa kasus, orang yang memiliki sindrom patah hati pernah mengalami stres emosional. Dalam kasus lain, ada yang memiliki stres klinis, seperti cedera otak, serangan asma atau eksaserbasi pada penyakit kronis.
SUMBER: TATA FERLIANA/TEMPO.CO