SUKABUMIUPDATE.com - Riset oleh peneliti darah dan imunologi dari Jerman, Andreas Greinacher, menunjukkan bahan pengawet vaksin Covid-19 AstraZeneca dapat memicu reaksi berlebihan yang jarang terjadi pada sistem kekebalan tubuh. Reaksi itu yang kemudian menyebabkan pembekuan darah, seperti yang diduga terjadi pada sebagian kecil penerima vaksin itu di sejumlah negara.
Menyalin tempo.co, bahan pengawet tersebut adalah EDTA, atau asam ethylenediaminetetraacetic yang biasa digunakan dalam obat-obatan dan kosmetik. “Bahan tersebut dapat membuat tubuh memproduksi antibodi secara berlebihan dan memicu reaksi kedua dari sistem kekebalan yang kemudian mulai membekukan darah,” ujar Greinacher menuturkan, Minggu 16 Mei 2021.
Greinacher adalah Kepala Institut Imunologi dan Transfusi di Rumah Sakit Universitas Greifswald. Dia dan rekannya melakukan penelitian pada tikus yang menunjukkan bahwa EDTA menyebabkan protein dalam cairan vaksin bocor ke aliran darah dan mengaktifkan platelet dengan menabraknya.
Platelet adalah komponen kecil dari gumpalan darah yang selalu beredar jika diperlukan untuk menyembuhkan cedera. Tapi begitu mereka dipicu untuk bertindak, platelet melepaskan protein lain—dikenal sebagai PL4—yang akan menempel pada protein dari vaksin dan mulai membentuk gumpalan.
Gumpalan lalu memicu alarm sistem kekebalan tubuh dan antibodi—bukan antibodi untuk Covid-19—akan diproduksi untuk menghancurkan gumpalan protein, antibodi, dan platelet. Sejumlah besar antibodi ini kemudian memicu reaksi yang lebih tinggi dari sistem kekebalan tubuh yang dapat mencakup pembengkakan pembuluh dan pembekuan darah.
“Ini berpotensi menyebabkan pembekuan darah seperti yang terlihat pada pasien yang disuntikkan vaksin (AstraZeneca),” tutur Greinacher.
Kasus paling fatalnya terjadi di pembuluh darah vena yang berasal dari otak, suatu kondisi yang dikenal sebagai CVST. Meski begitu, sebagian besar kasusnya di Inggris (163 dari 262 kasus pembekuan darah pasca vaksinasi) penggumpalan darah ditemukan di lokasi lain dalam tubuh. Sebanyak 51 kasus yang berujung fatal.
Regulator medis di Inggris menemukan 262 kasus pembekuan darah itu pada 23,36 juta orang penerima suntikan AstraZeneca—perbandingannya sekitar satu dari 100 ribu. Gumpalan darah tetap langka dan jauh lebih kecil resikonya daripada risiko infeksi Covid-19.
Meski begitu orang-orang di bawah usia 40 tahun di negara itu telah disarankan untuk mendapatkan vaksin yang berbeda. Sedang di beberapa negara, termasuk Denmark dan Norwegia, telah berhenti menggunakan vaksin AstraZeneca sepenuhnya, sementara yang lain telah membatasi penggunaan untuk orang tua atau lansia.
Badan regulator obat-obatan Inggris (MHRA) menjelaskan bahwa manfaat dari vaksin AstraZeneca meningkat lebih besar daripada resikonya bagi sebagian besar orang. CEO MHRA June Raine pekan lalu menerangkan, keseimbangan manfaat dan risiko sangat menguntungkan bagi orang tua, tapi lebih seimbang untuk orang yang lebih muda.
“Kami menyarankan bahwa bukti yang berkembang ini harus diperhitungkan ketika mempertimbangkan penggunaan vaksin,” kata dia menambahkan.
Pemerintah Inggris memilih membuat kebijakan untuk memberi vaksin tersebut kepada orang dewasa yang berusia 40 tahun atau lebih muda. Karena tingkat penggumpalan dengan platelet rendah tampak lebih umum di antara mereka, sekitar satu dari 60.000 orang.
Untuk lansia yang benar-benar berisiko meninggal jika tertular Covid-19, manfaat perlindungan dari virus jelas lebih besar daripada efek samping negatifnya. Para ahli mengatakan tingkat infeksi di Inggris sekarang sangat rendah sehingga risiko pembekuan darah yang langka itu malah menjadi lebih besar daripada risiko Covid-19 pada orang dewasa yang lebih muda, yang seringkali hanya menderita penyakit ringan.
Mereka akan ditawari vaksin Pfizer atau Moderna, selama ketersediaannya cukup dan tidak akan menunda peluncurannya. Namun, siapapun, berapapun usianya, yang telah diberi dosis pertama tusukan AstraZeneca dan tidak mengalami komplikasi, didesak untuk mengajukan dosis kedua.
SUMBER: DAILY MAIL/TEMPO.CO