SUKABUMIUPDATE.com - Siapa kira, orang terkaya keempat di dunia dan seorang kutu buku yang dikenal dengan keterampilan pemrogramannya ketimbang kecintaannya kepada alam terbuka, diam-diam telah memiliki lahan pertanian seluas 242.000 hektar di Amerika Serikat. Ia adalah Bill Gates. Dengan jumlah tersebut, cukup membuat pendiri Microsoft ini menjadi pemilik lahan swasta teratas di negeri Paman Sam.
Melansir dari Forbes, Selasa, 19 Januari 2021, selama bertahun-tahun Bill Gates terus mengoleksi lahan pertanian di sejumlah tempat, seperti di Florida dan Washington.
The Land Report mengatakan, Bill Gates yang memiliki kekayaan bersih hampir US$ 121 miliar (versi Forbes) tersebut, telah membangun portofolio lahan pertanian besar-besaran yang mencakup 18 negara bagian.
Kepemilikan terbesarnya berada di Louisiana dengan luas 69.071 hektar, Arkansas seluas 47.927 hektar, dan Nebraska seluas 20.588 hektar. Selain itu, Bill Gates juga memiliki saham di 25.750 hektar tanah transisi di sisi barat Phoenix, Arizona, yang notabene tengah dikembangkan sebagai pinggiran kota baru.
Berdasarkan penelitian The Land Report, tanah tersebut dimiliki secara langsung dan melalui entitas pihak ketiga oleh Cascade Investments, sarana investasi pribadi Bill Gates. Investasi Cascade lainnya juga termasuk perusahaan keamanan makanan Ecolab, pengecer mobil bekas Vroom dan Canadian National Railway.
Meskipun cukup mengejutkan seorang miliarder teknologi menjadi pemilik lahan pertanian terbesar di Amerika Serikat, namun hal ini bukan satu-satunya upaya Bill Gates dalam terjun ke dunia pertanian.
Pada tahun 2008 lalu, Bill and Melinda Gates Foundation mengumumkan dana sebesar US$ 306 juta dalam bentuk hibah untuk mempromosikan pertanian berkelanjutan dengan hasil tinggi di antara petani kecil di sub-Sahara Afrika dan Asia Selatan.
Yayasan itu sudah berinvestasi lebih lanjut dalam pengembangan dan perkembangbiakan "tanaman super" yang tahan terhadap perubahan iklim dan sapi perah dengan hasil lebih tinggi. Tahun lalu, organisasi itu juga mengumumkan Gates Ag One, yakni sebuah organisasi nirlaba untuk memajukan upaya tersebut.
Tidak sepenuhnya jelas diketahui bagaimana lahan pertanian Bill Gates digunakan. Tetapi, ada sejumlah indikasi yang merujuk bahwa tanah tersebut dapat digunakan dengan cara yang sejalan dengan nilai yayasan.
Cottonwood Ag Management sebagai anak perusahaan dari Cascade, merupakan anggota Leading Harvest, sebuah organisasi nirlaba yang mempromosikan standar pertanian berkelanjutan yang memprioritaskan perlindungan tanaman, tanah, dan sumber daya air.
Sebenarnya Bill Gates bukan satu-satunya miliarder yang masuk dalam daftar pemilik lahan pertanian swasta teratas The Land Report. Ada pula pendiri Wonderful Company, Stewart dan Lynda Resnick dengan kekayaan bersih sekira US$ 7,1 miliar yang saat ini berada di peringkat ketiga dengan luas 190.000 hektar. Lahan pertanian mereka memproduksi barang untuk merek mereka, termasuk POM Wonderful, Wonderful Pistachio, dan Mandarin Wonderful Halos.
Meskipun Bill Gates mungkin menjadi pemilik lahan pertanian terbesar di Amerika Serikat, namun ia bukan pemilik tanah individu terbesar. Berdasarkan daftar 100 pemilik tanah teratas di Amerika Serikat, The Land Report menempatkan posisi teratas kepada Ketua Liberty Media John Malone yang memiliki 2,2 juta hektar peternakan dan hutan.
Kemudian pendiri CNN Ted Turner berada di peringkat ketiga dengan 2 juta hektar lahan peternakan di delapan negara bagian. Bahkan, CEO Amazon Jeff Bezos juga berinvestasi di tanah dalam skala besar dan menempati posisi ke-25 dengan kepemilikannya atas 420.000 hektar, terutama di Texas barat.
Konsep Pertanian Ibn Khaldun
Patung Ibn Khaldun | Sumber foto: Historia Islamica
Salah satu ilmuwan Muslim Ibn Khaldun tak memungkiri bagaimana pentingnya sektor pertanian bagi keberlangsungan hidup umat manusia.
Ilmuwan sekaligus sejarawan kelahiran Tunisia ini mengidentifikasi pertanian sebagai sumber kehidupan yang sangat strategis. Istilah "kehidupan" diartikan sebagai keinginan untuk bertahan disertai usaha untuk memperolehnya.
Mengutip dari Analisa Ekonomi Pertanian Ibn Khaldun yang diterbitkan dalam Jurnal Ekonomi Islam oleh Harian Republika dan Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, ketika kehidupan diperoleh, baik dari hewan ternak melalui produk dengan nilai tambah yang digunakan orang, misalnya susu dari hewan ternak, sutera dari ulat sutera, dan madu dari lebah, ataupun tanaman yang menghasilkan buah-buahan, maka itulah yang disebut dengan pertanian.
Selain itu, Ibn Khaldun juga mengidentifikasi berbagai kerajinan dan perdagangan sebagai cara alami untuk memperoleh kehidupan.
Dengan kata lain, pertanian, industri, dan perdagangan adalah sumber perekonomian yang mempengaruhi kualitas kehidupan sebuah masyarakat dan bangsa. Bahkan dalam sumber yang lain dikatakan, food security atau ketahanan pangan akan menjadi masalah masa depan manusia.
Menurut Ibn Khaldun, pertanian pada awalnya merupakan sesuatu yang sederhana dan sangat alami pembawaannya. Bahkan tidak memerlukan dasar pengetahuan yang kompleks. Sehingga diidentikkan sebagai sumber penghidupan bagi kaum yang lemah.
Berbeda dengan kerajinan yang muncul setelah ada pertanian. Kerajinan (manufaktur) memerlukan dasar pengetahuan dan proses yang lebih kompleks. Sehingga diidentikkan sebagai sumber penghidupan bagi kelompok penduduk yang lebih mapan, baik secara intelektual maupun ekonomi.
Maka agar pertanian ini dapat berkembang lebih efektif sehingga bisa memperkuat perekonomian masyarakat, Ibn Khaldun meminta para petani untuk tidak terlalu tergantung pada hasil pertaniannya, tanpa membuat diversifikasi pada produk yang dihasilkan.
Jika ini terjadi, maka para petani akan selalu berada pada posisi yang lemah. Artinya, Ibn Khaldun ingin menegaskan, penambahan value added pertanian melalui proses diversifikasi produk, akan meningkatkan kesejahteraan para petani itu sendiri. Ia khawatir bila kondisi kelemahan tersebut dipertahankan, maka petani akan menjadi korban dari ketidakadilan kebijakan penguasa.
Masa Depan Pertanian Indonesia
Pertanian di Indonesia | Sumber foto: Kementerian Pertanian Republik Indonesia
Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian mencatat, petani muda di Indonesia yang berusia 20 hingga 39 tahun hanya berjumlah 2,7 juta orang. Pernyataan ini dikeluarkan pada April 2020.
Jumlah tersebut hanya sekitar 8 persen dari total petani di Indonesia yang berkisar 33,4 juta orang. Dengan kata lain, lebih dari 90 persen merupakan petani kolonial atau sudah memasuki usia tua yang mendekati 50 hingga 60 tahun dan jauh dari sentuhan teknologi.
Kementerian Pertanian lalu mengukuhkan 67 Duta Petani Milenial (DPM) dan Duta Petani Andalan (DPA) dari sejumlah provinsi di Indonesia, sebagai upaya untuk percepatan regenerasi petani. DPM dan DPA ini terdiri dari 59 orang DPM, yakni berusia antara 19-39 tahun dan 8 orang DPA, yakni petani berusia di atas 39 tahun.
Duta petani ini berasal dari beragam aspek komoditas, seperti tanaman pangan, perkebunan, peternakan, hingga hortikultura. Bahkan, ada pula penyuluh pertanian yang mendampingi petani serta mentransfer inovasi dan teknologi informasi pertanian sehingga berhasil mencetak petani-petani sukses.
Presiden Joko Widodo juga mengajak kalangan muda Indonesia kembali menggeluti dunia pertanian. Menurutnya, hanya dengan cara itu negara ini bisa kembali berjaya dan merdeka atas hasil tani yang sangat menjanjikan. Pernyataan ini disampaikannya dalam forum petani muda organik yang disiarkan secara daring, Kamis, 29 Oktober 2020 lalu.
Jokowi mengatakan, Indonesia dapat terbebas dari bayang-bayang impor jika kalangan muda memiliki pola pikir yang maju, khususnya dalam pembangunan pertanian ke depan. Bahkan, negara ini berpotensi menjadi pengekspor dan memenuhi kebutuhan dalam negeri jika sektor pertanian selalu menjadi pilihan bagi sumber kehidupan.
Sektor pertanian merupakan masa depan yang memiliki peluang besar dalam pasar industri nasional maupun global. Terutama di tengah tren hidup back to nature. Oleh karena itu, inovasi pada sektor pertanian akan menjadi pilar penting pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Inovasi yang dimaksud, di antaranya adalah perbaikan produksi hingga perbaikan pasca panen seperti proses penanaman, pemeliharaan, hingga pengolahan branding, packaging, dan pemasaran. Oleh sebab itu, diperlukan peran anak muda dalam melakukan inovasi agar keberadaan petani muda terus meluas.
Sumber: Forbes | Tempo | Jurnal Ekonomi Islam Republika dan IPB