SUKABUMIUPDATE.com - Dua peneliti dari Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, Muhammad Okky Ibrohim dan Indra Budi, memanfaatkan Artificial Intelligence (AI) alias kecerdasan buatan untuk mendeteksi ujaran kebencian dan bahasa kasar yang di-cuit-kan di media sosial Twitter. Mereka berniat membantu kepolisian dalam investigasi kejahatan siber di tanah air dengan hasil penelitiannya itu.
"Hasil riset kami menunjukkan bahwa kombinasi fitur Word Unigram, Random Forest Decision Tree (RFDT), dan Label Power-set (LP) mampu mendeteksi bahasa kasar dan ujaran kebencian yang terdapat di Twitter dengan akurasi 77,36 persen," kata Muhammad Okky Ibrohim dalam keterangannya, Senin 30 November 2020, seperti dikutip dari Tempo.co.
Okky mengatakan telah mengumpulkan total 13.169 cuitan memanfaatkan Twitter Search API. Sebanyak 5.561 di antaranya digolongkan sebagai cuitan yang termasuk ujaran kebencian berdasarkan lima kategori: agama, ras, fisik, gender atau orientasi seksual, dan umpatan lainnya.
Pendeteksian juga mampu mengklasifikasi target, kategori, dan level ujaran kebencian itu sendiri. Ujaran kebencian diklasifikasikannya ke dalam tiga level.
Pertama, weak hate speech yaitu level kata umpatan ditujukan pada individu tanpa unsur provokasi. Kedua, moderate hate speech adalah level umpatan yang ditujukan kepada kelompok tanpa provokasi. Ketiga, strong hate speech adalah level umpatan yang memprovokasi dan berpotensi membuka konflik.
"Penelitian kami berangkat dari maraknya ujaran kebencian dan penggunaan bahasa yang kasar pada media sosial, khususnya Twitter, yang sangat berpotensi menimbulkan konflik antar individu maupun kelompok," kata Okky.
Tidak jarang pula, ujaran kebencian dengan menggunakan bahasa kasar dipakai untuk menyerang seseorang maupun kelompok. "Kami berharap, dengan adanya alat bantu teknologi, maka akan semakin mempermudah tim melakukan investigasi kejahatan siber,” katanya.
Dalam penelitiannya, dikatakan Okky, baik definisi yang digunakan maupun panduan anotasi disusun berdasarkan buku bahasa sosial dan handbook ujaran kebencian.
Ada pula validasi oleh ahli dengan sebelumnya berdiskusi bersama staf Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri serta seorang linguis. "Hal ini dilakukan untuk memvalidasi definisi ujaran kebencian secara tepat," katanya lagi.
Sumber: Tempo.co