SUKABUMIUPDATE.com - Pakar Iklim di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Emilya Nurjani, menjelaskan fenomena awan yang terlihat seperti piring terbang unidentified flying object atau UFO di sejumlah gunung di Pulau Jawa baru-baru ini. Awan-awan itu telah beberapa terbentuk dan dipastikannya biasa terjadi, dan tak terkait dengan isyarat bencana.
Dilansir dari Tempo.co, Emilya menyebutnya awan lenticularis. Ini adalah jenis awan yang sering muncul atau terbentuk di daerah pegunungan, gunung, maupun perbukitan karena faktor orografis atau elevasi.
Berbeda dengan awan biasanya yang sering terbentuk di sisi pegunungan yang berangin atau sisi hadap lereng (windward), Emilya menerangkan, awan lenticularis disebutnya terbentuk di sisi bawah angin atau belakang lereng (leeward). Itulah yang terjadi di antaranya di Gunung Arjuno, Merapi, Merbabu, dan Lawu serta memicu kehebohan.
Proses terjadinya adalah udara lembap naik ke atas gunung atau bukit mengalami pendinginan dan pemadatan sehingga menghasilkan awan. Namun, di sisi yang berlawanan dengan angin, udara turun dan menghangat sehingga terjadi penguapan.
"Dilihat dari permukaan, awan terlihat tidak bergerak saat udara mengalir dan lapisan pembentuk awan terlalu kering sehingga lenticular akan terbentuk satu di atas yang lain," katanya, Jumat 6 November 2020.
Dia menambahkan, pembentukan awan jenis itu kadang meluas ke lapisan stratosfer, "Dan terlihat seperti UFO."
Dosen Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi UGM ini mengatakan bentuk awan bergelombang di atas gunung dan bagian bawahnya berbentuk pusaran. Bagian yang naik dari bentuk pusaran ini cukup dingin untuk menghasilkan, yang disebutnya, awan rotor.
Menurut Emilya, udara di awan rotor ini sangat bergejolak dan berbahaya bagi pesawat yang terbang di sekitarnya. Kondisi berbahaya juga berlaku untuk penerbangan di sisi leeward gunung/bukit karena ada gerakan ke bawah yang cukup kuat.
Ditambahkannya, kemunculan awan lenticularis ini biasanya akan menimbulkan hujan dengan intensitas sedang. "Intensitasnya tidak tinggi karena pada dasarnya uap air sudah jatuh sebagai hujan di sisi windward," kata dia.
Sumber: Tempo.co