SUKABUMIUPDATE.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG tidak menginfokan semua kejadian gempa kepada publik. Ini berlaku terutama untuk kejadian gempa dengan magnitudo di bawah 5.
"Kami menginfokan itu berdasarkan laporan dari masyarakat yang merasakan, laporannya bisa lewat telepon langsung, kemudian kami analisis, lalu diinfokan balik," ujar Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono dikuti dari Tempo.co, Selasa 3 November 2020.
Rahmat menjelaskan itu untuk menanggapi kritik yang berkembang di media sosial pasca kejadian gempa menggoyang Pangalengan, Kabupaten Bandung, pada Minggu malam. Saat itu sebagian warganet dingin saja dan bahkan kecewa merespons informasi yang disampaikan di akun milik BMKG.
BMKG merilis info gempa berkekuatan 4,0 M itu pukul 22.10 WIB, lebih dari setengah jam dari kejadian pada 21.34 WIB. Salah satu kritik dicuitkan pemilik akun @AlvinOktriadi di media sosial Twitter, "Ni kalo ada gempa besa gimana ya, 30 menit baru update." Atau akun @awcharming yang menulis, "Tumben banget set jam-an baru update, biasanya abis berasa dan buka akun ini langsung ada."
Rahmat menerangkan cara BMKG memantau kejadian gempa termasuk lewat media sosial. Ini untuk pelacakan terhadap peristiwa gempa yang kekuatannya lemah yang getarannya mungkin tidak tertangkap jaringan alat detektor yang dimiliki BMKG.
"Kami, misalnya, memiliki jaringan WhatsApp Group, kami juga ada di grup BPBD seluruh Jawa Barat, sehingga bisa kami akses informasi gempa dirasakan atau tidak," kata Rahmat.
Intinya, dia berujar, jika ada gempa dengan kekuatan magnitudo di atas 5, BMKG akan segera mengumumkannya kurang dari 5 menit, bahkan bisa 2-3 menit. Namun, jika gempa berkekuatan di bawah itu, maka diumumkamnya berdasarkan laporan dari masyarakat yang merasakan.
Informasi gempa lemah kepada publik bisa terlambat, menurut dia, karena terlambat pula laporan dari masyarakat. "Tapi jika dari BMKG langsung yang merasakan, kami pasti langsung infokan. Terkadang kami kebut untuk menganalisisnya, apalagi gempa di laut. Karena jika terlambat kami kehabisan waktu," kata Rahmat menuturkan.
BMKG hanya memiliki kantor beserta stasiun pemantauannya tersebar hanya di 36 lokasi di seluruh Indonesia. Menurut prosedur standar yang telah ditetapkan, gempa di bawah magnitudo 5 ditugaskan kepada BMKG daerah untuk pemantauan dan penyampaiannya kepada publik.
"Keterlambatan juga bisa terjadi karena tidak adanya kantor BMKG di daerah tertentu, sehingga kami bisa saja mendapatkan info gempa yang dirasakan masyarakat dua jam kemudian setelah gempa terjadi," kata Rahmat lagi.
Sumber: Tempo.co