SUKABUMIUPDATE.com - Mutasi D614G (aspartat/D diganti glisin/G, pada nomer 614) yang diduga menyebabkan virus corona Covid-19 menular lebih cepat telah ditemukan pada 57,5 persen kasus infeksi virus itu di Indonesia. Namun tetap saja dugaan itu masih butuh kajian yang mendalam.
"Perlu antisipasi secara seksama dengan kebijakan yang tepat. Beberapa negara ASEAN juga memiliki isolat dengan struktur D614G tersebut," kata Guru Besar Biologi Molekuler dari Universitas Airlangga (Unair) Chairul Anwar Nidom, Selasa 15 September 2020, dikutip dari Tempo.co.
Nidom menuturkannya melalui literasi yang dia buat bersama tim laboratorium Professor Nidom Foundation (PNF). Literasi itu mengantar dan melengkapi publikasi hasil penelitiannya yang berjudul "Investigation of the D614G Mutation and Antibody-Dependent Enhancement Sequences in Indonesia SARS-CoV-2 Isolates and Comparasion to South Asian Isolates" dan sudah dipublikasikan di Systematic Reviews in Pharmacy.
Dia menjelaskan kalau mutasi itu terjadi pada urutan atau motif antibody-dependent enhancement (ADE) virus corona Covid-19. Ini disebutnya sama seperti pada virus MERS, SARS, HIV, Dengue, Ebola dan Zika. "Adanya motif ADE ini," Nidom berujar, "Menyebabkan antibodi tidak efektif menetralisir virus yang dituju."
Dengan adanya motif ADE juga, Nidom menduga akan mengubah afinitas ikatan virus-antibodi menuju FcRγ, suatu reseptor lain pada sel monosit-makrofag. Akhirnya, virus corona tetap bisa masuk ke dalam sel-sel dan tetap berkembang di dalam tubuh inang. "ADE menjadi titik kritis dalam desain dan pengembangan vaksin," kata Nidom.
Nidom mengingatkan bahwa studi terdahulu terhadap kandidiat vaksin Dengue (DENV) memberikan gambaran bahwa ADE bisa memicu tingkat keparahan penyakit pasca vaksinasi. Motif ADE juga diketahui berkontribusi terhadap kemunculan sindroma badai sitokin pada kasus MERS dan SARS.
"Terlebih munculnya mutasi D614G pada motif ADE ini, perlu mendapat perhatian dan kajian secara saksama," kata profesor di Fakultas Kedokteran Hewan Unair yang juga terkenal untuk riset virus flu burung ini.
Nidom menambahkan kajian atau studi karakter virus Covid-19 dalam mendampingi kebijakan pengendalian pandemi-19 ini perlu dipertimbangkan. "Mengingat karakter dan cara meliuk virus Covid-19 yang 'cerdik' ini," katanya.
Kecerdikan yang dimaksud adalah kemampuan virus corona baru ini yang disebutnya mampu membaca kesalahan dalam bereplikasi yang kemudian memicu mutasi. Secara spesifik, virus corona Covid-19 juga dijelaskannya mempunyai struktur non-structural protein-14 (nsp-14) yang akan membetulkan mutasi.
Sumber: Tempo.co