SUKABUMIUPDATE.com - Peneliti dari Eijkman-Oxford Clinical Research Unit (EOCRU), Iqbal Elyazar mengatakan bahwa saat Indonesia belum memiliki punya standar kurva epidemi o. Dilansir dari tempo.co, hal ini membuat klaim pemerintah mengenai perlambatan kurva Covid-19 di Indonesia, menjadi meragukan.
"Masalah utamanya, sudah 68 hari setelah kasus pertama COVID-19 diumumkan, Indonesia belum menampilkan kurva epidemi COVID-19 yang sesuai dengan standar ilmu epidemiologi," ujar Iqbal dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Jumat, 8 Mei 2020.
Iqbal membuat laporan bersama tim yang terdiri dari Ahli Statistik EOCRU Karina Dian Lestari, mahasiswi doktoral Nuffield Department of Medicine University of Oxford Lenny Lia Ekawati, dan epidemologis EOCRU Rosa Nora Lina.
Dalam laporan yang dimuat di The Conversation itu, Iqbal menyebutkan bahwa kurva epidemologis digunakan untuk menjelaskan perjalanan pandemi, menentukan sumber dan kapan terjadinya penularan, menentukan puncak pandemi, memperkirakan akhir pandemi, serta mengevaluasi efektivitas tindakan pengendalian.
Meski begitu, Iqbal mengatakan belum terlambat bagi pemerintah untuk mengeluarkan kurva epidemologis. Namun kurva epidemi yang dibuat harus sesuai standar ilmu epidemiologi untuk setiap provinsi dan kabupaten/kota.
"Data itu sudah tersedia di rekam medis, sistem informasi fasilitas kesehatan dan laporan pemeriksaan laboratorium. Siap untuk dianalisis."
Iqbal juga menyatakan bahwa pemerintah perlu secara terbuka dan transparan menyampaikan data jumlah pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) dan lamanya waktu pemeriksaan untuk setiap provinsi dan kabupaten/kota. Hal ini diperlukan untuk menaikkan kepercayaan publik terhadap kurva epidemi yang akan dikeluarkan pemerintah.
"Pemerintah perlu menggunakan kurva epidemi standar sebagai salah satu cara menilai pelaksanaan kebijakan pengendalian Covid-19," kata Iqbal.
Saat ini, pemerintah telah memilih strategi Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB dan larangan mudik untuk memutus rantai penularan virus Covid-19. Pasal 17 Peraturan Menteri Kesehatan nomor 9 Tahun 2020 tentang PSBB, telah mensyaratkan butuhnya bukti ilmiah untuk menilai keberhasilan pelaksanaan PSBB dalam menurunkan jumlah kasus baru.
"Kita semua tentu ingin pandemi ini segera berakhir. Kabar baik yang ditunjang dengan alat ukur yang valid, akurat, dan tepercaya, akan memberikan harapan. Hal itulah yang kini mungkin absen di Indonesia," kata Iqbal yang telah mengizinkan Tempo mengutip dari The Conversation.
Sumber: Tempo.co