SUKABUMIUPDATE.com - Satu lagi jenis obat muncul sebagai harapan untuk para pasien penyakit virus corona 2019 atau COVID-19. Dilansir dari tempo.co, obat ini datang dari penelitian yang dilakukan di rumah sakit University of Paris, Prancis.
Penelitian itu melaporkan bahwa obat radang sendi (rheumatoid arthritis) dapat menyelamatkan pasien COVID-19 bergejala parah. Zat aktif bernama tocillizumab yang dijual dengan merek obat RoAcemtra dan Actemra disebut menunjukkan manfaat klinis pada pasien terinfeksi virus itu.
Studi dilakukan di rumah sakit University of Paris, Prancis, lewat uji terhadap 129 pasien pneumonia sedang hingga berat. Setengah dari pasien diberi dua dosis suntikan obat itu bersama dengan antibiotik, sementara setengah lainnya hanya diberikan pengobatan antibiotik normal. Obat RoAcemtra dan Actemra dijual di pasaran di negara itu seharga US$ 870 per dosis.
Mengutip dari New York Post, Selasa 28 April 2020, peneliti menemukan para pasien yang diberi dosis tocilizumab lebih kecil kemungkinannya untuk meninggal. Pasien itu juga lebih sedikit yang perlu ventilator.
Tocilizumab disebutkan dapat mencegah badai sitokin—reaksi berlebihan dari sistem kekebalan tubuh—yang menyerang sel-sel sehat. Badai sitokin terjadi pada kasus COVID-19 yang parah dan dapat mematikan.
Namun, penelitian lanjutan perlu dilakukan tentang bagaimana kemungkinan efek samping dari pengobatan menggunakan obat-obatan itu. Rumah sakit berdalih memberikan informasi awal penelitian itu hanya untuk alasan kesehatan masyarakat.
Di Amerika Serikat, sejumlah obat di luar kelompok yang memang sudang diuji klinis atas otorisasi WHO--di antaranya hydroxychloroquine yang juga biasa digunakan untuk rheumatoid arthritis, juga dicobakan ke pasien COVID-19. Obat itu adalah Pepcid, pemilik senyawa aktif famotidine. Uji telah dimulai terhadap pasien COVID-19 di Northwell Health di wilayah New York City.
Menurut sebuah laporan dari Cina dan hasil pemodelan molekuler, famotidine tampaknya mengikat enzim kunci pada sindrom pernapasan akut yang disebabkan virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19. "Kita akan tahu itu dalam beberapa minggu ke depan apakah benar berhasil seperti itu," kata Kevin Tracey, mantan ahli bedah saraf yang bertanggung jawab atas penelitian di Northwell Health, seperti dikutip dari Science Mag, Minggu 26 April 2020.
Sumber : tempo.co