SUKABUMIUPDATE.com - Para ilmuwan menemukan bukti pertama dari mutasi virus corona baru, COVID-19, yang signifikan. Dilansir dari tempo.co, hal itu meningkatkan kekhawatiran bahwa langkah yang dilakukan terhadap proses pengembangan vaksin sejauh ini bisa menjadi sia-sia.
Para peneliti, yang mengisolasi strain virus dari sampel yang dikumpulkan di India pada Januari, mengatakan mutasi itu tampaknya membuat virus itu kurang mampu mengikat reseptor pada sel manusia yang disebut ACE2, enzim yang ditemukan di paru-paru.
"Pengembangan vaksin yang sedang berlangsung mungkin menjadi sia-sia dalam epidemi di masa depan, jika lebih banyak mutasi teridentifikasi," ujar para peneliti, seperti dikutip laman New York Post, Selasa, 14 April 2020.
Namun, penelitian yang diterbitkan di biorxiv.org pada hari Sabtu, 11 April 2020, belum ditinjau oleh rekan sejawat. Studi yang dipimpin oleh ilmuwan dari National Changhua University of Education, Taiwan, yang berkolaborasi dengan Murdoch University, Australia itu mengungkap bahwa SARS-CoV-2, memiliki tingkat mutasi yang rendah.
"Kami mengkonfirmasi bahwa SARS-CoV-2 memiliki tingkat mutasi relatif rendah, tapi juga membuktikan bahwa mutasi baru dengan berbagai virulensi dan karakteristik kekebalan telah muncul," kata mereka, dalam penelitian itu.
Menurut Jenna Macciochi, dosen di bidang imunologi di University of Sussex yang tidak terlibat dalam penelitian, meskipun temuan ini penting untuk dipantau, dia tidak percaya upaya vaksinasi terhambat. Jenna menerangkan, mutasi kecil akan terjadi pada virus apa pun.
"Mutasi yang muncul dalam laporan ini tampaknya mengurangi pengikatan pada ACE2 yang berarti lebih sedikit virulensi yang berpotensi mengurangi kemampuan menginfeksi," tutur Macciochi. "Tetapi karena ini adalah laporan tersendiri, ini tidak berarti upaya vaksin sia-sia."
Sementara itu, Benjamin Neuman, profesor dan ketua ilmu biologi Texas A&M University, mengatakan kepada South China Morning Post bahwa mutasi terus-menerus dari virus corona akan membuat vaksin memerlukan tes dan pembaruan berkala.
"Virus influenza bermutasi secara konstan, dan pada tingkat yang sama dengan virus corona, tapi kami dapat berhasil melakukan vaksinasi terhadap target yang bergerak ini," katanya.
Sumber : tempo.co