SUKABUMIUPDATE.com - Pandemi Covid-19 membuat para pekerja lepas atau freelance khususnya di industri kreatif dan media mengalami kesulitan ekonomi karena adanya pembatalan pekerjaan secara mendadak. Dilansir dari tempo.co, kondisi semakin diperparah dengan ketiadaan jaring perlindungan terhadap mereka.
Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI) pun melakukan survei untuk membuktikannya. Sejak 20 Maret - 4 April 2020 ditemukan sebanyak 139 freelancer di industri media dan kreatif, dari pekerja film hingga desainer grafis, di berbagai kota besar yang mengaku tidak memiliki pendapatan untuk kehidupan sehari-hari.
Perkiraan pendapatan yang hilang akibat pembatalan pekerjaan pada krisis Covid-19 terbesar di kisaran Rp 5 juta - Rp 15 juta (32,8 persen) dan lebih dari Rp 1 juta - Rp 5 juta (32,8 persen). Selain itu, ada juga yang harus kehilangan pendapatan lebih dari Rp 15 juta - Rp 30 juta sebanyak 16,8 persen hingga di atas Rp 60 juta (3,6 persen).
Mayoritas dari mereka juga harus menghadapi pembatalan lebih dari satu pekerjaan yang seharusnya berpotensi menambah pendapatan mereka di pertengahan tahun ini. Banyak dari mereka yang tidak mendapatkan kompensasi dari pembatalan tersebut. Subsektor yang paling banyak mengalami pembatalan pekerjaan akibat krisis Covid-19 berturut-turut yaitu film, video, audio; seni pertunjukan; seni vokal dan musik; fotografi; penelitian, dan desain komunikasi visual.
Suasana lengang di kawasan Sudirman, Jakarta, Jumat, 10 April 2020. Pada Jumat 10 April 2020 merupakan hari pertama pemberlakuan Pembatasan Sosial Bersekala Besar untuk DKI Jakarta sampai dengan 23 April mendatang. Tempo/Tony Hartawan
"Pembatalan pekerjaan atau project di subsektor industri ini terjadi karena pekerjaan tersebut sulit dikerjakan dari rumah," kata Kepala Riset SINDIKASI, Fathimah Fildzah Izzati dalam peluncuran kertas posisi 'Mengubur Pundi di Tengah Pandemi' di Jakarta pada Rabu, 15 April 2020.
Imbauan bekerja dari rumah atau work from home juga tidak sepenuhnya dapat menggantikan pendapatan mereka. Menurut Fildzah, tidak semua rantai produksi industri media dan kreatif dapat dilakukan secara virtual atau bisa dikerjakan dari rumah. Para pekerja di industri media dan kreatif juga banyak yang harus menghadapi pemundaan dan pembatalan pekerjaan, terutama pada kerja yang mensyaratkan kehadiran fisik.
Dalam kondisi kehilangan pekerjaan tersebut, para freelancer harus menanggung beban sendiri terlebih bagi mereka yang memiliki tanggungan orang tua, istri-suami, atau anak. Mereka pun harus bersiasat untuk bertahan hidup dengan menggunakan tabungan pribadi, berutang, dibantu orang tua, dan mencari pekerjaan lain. Selain khawatir dengan virus Covid-19, mereka juga khawatir karena adanya ketidakpastian kerja.
Sehingga SINDIKASI berupaya untuk menyusun rekomendasi untuk pemerintah, perusahaan, pengusaha kecil dan menengah, pemberi kerja individual, serta pekerja lepas pada industri media dan kreatif. Ketua Pengurus Harian SINDIKASI Ellena Ekarahendy mengatakan pemerintah harus menyubsidi rakyat terdampak bukan konglomerat dan korporasi besar.
"Pemerintah harus bisa berpikir maju dengan tidak terjebak dalam kerangka berpikir trickle down economy bahwa jika korporasi disubsidi maka otomatis akan menyelamatkan pekerja. Dengan lemahnya pengawas dan sanksi terhadap perusahaan, terutama di saat krisis ini, yang ada justru malah potensi pencurian subsidi dari perusahaan sementara pekerja yang posisinya lebih rentan tidak mendapat bantuan apa-apa," katanya.
SINDIKASI juga merekomendasikan perubahan sebagian skema program bantuan yang ada agar lebih tepat sasaran dan tepat guna. Menurutnya anggaran Kartu Prakerja seharusnya dapat dikucurkan seluruhnya sebagai bantuan langsung tunai bagi pekera terdampak.
Selain itu, pemerintah mesti memperbanyak skema bantuan langsung dengan anggaran yang dimiliki tiap kementerian atau lembaga kepada kelompok masyarakat terdampak sesuai bidang kerjanya masing-masing. Ellena berharap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bisa menyalurkan anggaran tunai sebagai modal pekerka seni/budaya/kreatif supaya bisa memproduksi karya dan bertahan hidup. "Pemerintah juga dapat menyewa karya-karya yang sudah diproduksi, misalnya film, dan didistribusikan gratis melalui aplikasi buatan perusahaan negara sehingga pekerja tetap mendapat pemasukan," katanya.
Sumber: Tempo.co