SUKABUMIUPDATE.com – Suara dentuman yang beberapa kali terdengar oleh warga pada Sabtu pagi dini hari 11 April 2020 masih menyimpan misteri. Hingga saat ini belum ada satupun pihak yang dapat mengungkap penyebab sumber bunyi dentuman tersebut disertai bukti-bukti ilmiahnya.
Kepala bidang mitisgasi gempabumi dan tsunami BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika) Daryono merangkan lima pendapat terkait dugaan sumber suara dentumkan tersebut. Rilisnya diterima redaksi sukabumiupdate.com, Selasa (14/4/2020).
“Untuk sementara, dugaan sumber suara dentuman dari beberapa pihak sudah dikemukakan meskipun memiliki kelemahan,” jelas Daryono. Kelima pendapat tersebut yaitu:
Pertama Gempa Tektonik. Gempa tektonik memang dapat mengeluarkan bunyi ledakan jika magnitudonya cukup signifikan dengan hiposenter sangat dangkal. Suara ledakan yang timbul saat gempa biasanya hanya sekali saja saat terjadi deformasi batuan utama, tidak seperti dentuman yang beruntun terus menerus seperti kemarin pagi.
BACA JUGA: PVMBG: Dentuman Terdengar di Gunung Gede dan Salak, Bukan Anak Krakatau
Menurut Daryono ada yang mengaitkan suara dentuman pagi itu mirip peristiwa dentuman gempa Bantul, Yogyakarta 2006. Dalam beberapa kasus, gempa Bantul memang menyebabkan timbulnya suara dentuman, tetapi bunyi dentumannya tidak terus menerus, dimana satu gempa menghasilkan satu detuman. Gempa Bantul dapat mengeluarkan bunyi karena sumbernya dangkal dan dekat zona karst yang bawah permukaannya berongga sehingga dapat menjadi sumber bunyi jika ada pukulan gelombang seismik.
“Di Bantul, setiap terjadi dentuman maka sensor seismik selalu mencatat sebagai event gempa, sementara saat terjadi dentuman kemarin sensor gempa BMKG tidak mencatat adanya gempa. Berdasarkan fakta ini maka rangkaian suara dentuman Sabtu pagi lalu tidak berkaitan dengan aktivitas gempa tektonik,” jelasnya.
Kedua peristiwa longsoran. Menurut pria yang juga menjadi peneliti di BMKG ini longsoran yang dipicu oleh adanya deformasi batuan yang melampaui batas elastisitasnya akan menimbulkan pelepasan energi secara tiba-tiba hingga dapat mengeluarkan suara dentuman. Namun demikian, peristiwa longsoran tidak mungkin terjadi secara berulang-ulang, terus menerus sebanyak dentuman yang didengarkan masyarakat pagi itu.
Ketiga Skyquake. Skyquake adalah istilah yang diciptakan oleh sekelompok komunitas untuk menyebut suara-suara yang datang dari langit. Masyarakat awam pun kini banyak yang ikut-ikutan mengunakan istilah skyquake padahal belum memahami konsep ilmiahnya.
BACA JUGA: Pusat Vulkanologi: Suara Dentuman Bukan dari Gunung Anak Krakatau
Padahal konsep yang sudah mapan terkait bunyi yang bersumber dari peristiwa atmosferik tersebut sudah ada, seperti acoustic wave, infrasonic wave, sonic boom dan lainnya. “Saat terjadi dentuman, tidak ada laporan dari stasiun pendeteksi sonic boom dan tidak ada pesawat terbang dengan kecepatan suara. Sehingga fenomena skyquake sebagai sumber dentuman saat itu terbantahkan.”
Keempar aktivitas Petir. Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa pada kondisi atmosfer ideal suara petir paling jauh dapat terdengar 16-25 km. “Dengan jarak jangkauan dengar tersebut, sulit diterima jika dikatakan petir yang sama dapat didengar oleh warga di Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Palabuhanratu,” jelas Daryono.
Sebagai contoh jika petir terjadi di Kota Bogor maka tempat terjauh di utara yang dapat mendengar hanya sampai Kota Depok dan tidak sampai ke Jakarta, Tangerang dan Bekasi. Untuk arah tenggara dan selatan maka tempat terjauh yang masih dapat mendengar petir tersebut adalah daerah Gunung Gede-Pangrango dan tidak sampai ke Sukabumi dan Palabuhanratu.
BACA JUGA: Getaran Kuat Tengah Malam Tadi, Warga Parungkuda Sukabumi Berhamburan Keluar Rumah
“Bunyi petir juga sangat khas dimana orang awam dengan mudah mengenalinya, sementara suara pagi itu lebih mirip dentuman yang “anatominya” berbeda dengan suara petir. “
Kelima erupsi Gunung Anak Krakatau (GAK). Menurut daryono jika mengingat peristiwa 2 tahun silam, kita juga pernah memiliki pengalaman misteri suara dentuman yang terdengar oleh warga Jawa Barat dan Sumatera Selatan pada akhir Desember 2018. Saat itu suara dentuman terbukti berkaitan dengan aktivitas GAK yang sedang erupsi. Kini suara dentuman misterius itu muncul lagi di saat GAK juga sedang erupsi.
“Namun untuk saat ini, adanya dugaan dentuman bersumber dari GAK dibantah dengan alasan suara dentuman tidak terdengar di Pasauran (Banten) dan Kalianda (Lampung). Sehingga dugaan erupsi GAK sebagai sumber bunyi dentuman, kini menjadi pro dan kontra dan masih dalam perdebatan,” pungkasnya.