SUKABUMIUPDATE.com - PT Dirgantara Indonesia memperkenalkan prototipe drone asli Indonesia yang disebut Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) jenis Medium Altitude Long Endurance (MALE). Drone ini selintas mirip MQ-9 AS dan CH-4 Cina.
“Tahun depan targetnya terbang perdana,” kata Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Elfien Goentoro di sela Roll-Out PUNA MALE, di hanggar PT Dirgantara Indonesia, di Bandung, Senin, 30 Desember 2019.
Menurut Elfien, drone tersebut diinisiasi oleh Badan Litbang Kementerian Pertahanan pada 2015.Dua tahun kemudian resmi dimulai pengembangannya dengan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama pembentukan Konsorsium Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA) antara Kementerian Pertahanan, TNI Angkatan Udara, BPPT, ITB, PT Dirgantara Indonesia, dan PT LEN Industri. Tahun 2019, Lapan menyusul bergabung menjadi anggota Konsorsium.
Rancangan PUNA MALE mengikuti Design, Requirement, and Objectives (DRO) yang disepakati untuk dipergunakan oleh TNI Angkatan Udara. Di antaranya mampu mengudara dan mendarat di landasan pendek 700 meter, mengudara hingga ketinggian 20 ribu kaki atau 6 ribu meter, memiliki kecepatan maksimal 235 kilometer per jam, dengan durasi mengudara maksimal hingga 30 jam, serta mampu mengusung beban hingga 300 kilogram.
Elfien mengatakan, kemampuan PUNA MALE tersebut ditargetkan bisa menyampai drone CH-4 produksi Cina yang belum lama dimiliki oleh TNI Angkatan Udara. “Kalau bisa lebih. Yang penting sesuai dengan DRO tadi, yang di inginkan oleh user kita, Angkatan Udara. Mereka targetnya dalam strategic plan harus ada 2 skuadron, terdiri dari 16 unit. Kita baru beli 6 unit, mudah-mudahan kita bisa kerja-sama untuk meneruskan itu,” kata dia.
Drone ini ditargetkan terbang pada 2024. Drone dirancang bisa mengangkut roket. Rencananya PUNA MALE akan di integrasikan dengan roket FFAR (Folding Fin Aerial Rocket) kaliber 70 milimeter produksi PT Dirgantara Indonesia.
Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan, Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro sudah menyiapkan nama untuk PUNA MALE yang dikembangkan Konsorsium PTTA yakni Elang Hitam atau Black Eagle. “Kita punya kebanggaan untuk burung yang kita gunakan untuk berbagai pesawat udara nir awak. Ada Wulung, Alap-Alap, dan PUNA MALE kombatan ini dinamakan Black Eagle, elang hitam,” kata dia
Hammam mengatakan, PUNA MALE untuk menjawab kebutuhan pesawat udara yang mampu melakukan pengawasan yang efisien. Progra PUNA MALE sekaligus untuk membangun kemampuan penguasaan teknologi kunci pesawat nir awak. Diantaranya flight control system, weapon platform integration, electro optic targeting system, hingga penguasaan teknologi material komposit. “Ini semua teknologi kunci yang tidak dapat diberikan negara lain secara cuma-cuma pada kita,” kata dia.
PUNA MALE memiliki panjang 8,65 meter, bentang sayap 16 meter, tinggi 2,6 meter, bobot 1.300 kilogram. PUNA MALE ditargetkan mampu mengangkut beban maksimal 300 kilogram, kecepatan maksimal 235 kilometer per jam, maksimal terbang 30 jam.
Sumber: Tempo.co