SUKABUMIUPDATE.com - Polusi udara yang tinggi kemungkinan besar berisiko menyebabkan depresi hingga bunuh diri pada warga yang tinggal di daerah terpolusi tersebut. Penelitian di University College London ini menerangkan paparan udara yang mengandung polutan seringkali membuat orang yang menghirupnya merasa depresi.
Partikel polusi yang dianalisa untuk studi ini adalah limbah rumah tangga dan industri. Peneliti menambahkan penelitian ini dilakukan untuk menbuktikan pernyataan Badan Kesehatan Dunia (WHO) bahwa udara yang kotor adalah darurat kesehatan publik.
"Kami diperlihatkan kalau polusi udara bisa menyebabkan bahaya untuk kesehatan mental," ujar peneliti Isobel Braithwaite, yang memimpin penelitian ini, dikutip dari The Guardian.
Menurut WHO, ada lebih dari 264 juta jiwa saat ini yang mengalami depresi. Jika masalah polusi udara bisa terselesaikan, dampaknya sangat besar bagi keberlangsungan hidup masyarakat.
"Kita tahu bahwa partikel udara paling kecil pun bisa masuk ke otak melalui hidung dan pembuluh darah. Polusi udara bisa menyebabkan inflamasi otak, merusak sel saraf, dan mengubahnya menjadi hormon stres, yang berhubungan dengan kesehatan mental," terang Braithwaite.
Penelitian ini dipublikasikan di jurnal Environmental Health Perspectives, dengan menggunakan kriteria kualitas udara di 16 negara yang sangat ketat untuk studi ini. Studi ini meneliti hubungan depresi dengan paparan polusi partikel lebih kecil dari 2,5 mikrometer atau yang biasa disebut PM 2,5.
Orang yang menghirup untuk ukuran PM 2,5 pada level lebih dari 10 mikrogram per meter kubik seperti yang terjadi di New Delhi, India, kemungkinan besar akan membuat masyarakatnya depresi.
Peluang peningkatan depresi yang diteliti memang hanya mencapai 2 persen. Namun peneliti mengatakan sekecil apapun angkanya dapat berdampak buruk karena 90 persen orang total populasi global saat ini menghirup polutan.
Sumber: Tempo.co