Begini yang Terjadi Pada Otak Setelah 14 Hari di Kutub Selatan

Sabtu 21 Desember 2019, 02:00 WIB

SUKABUMIUPDATE.com - Tak seperti koleganya Arktik di Kutub Utara, Antartika di Kutub Selatan benar-benar tak berpenghuni. Hanya sekitar 5.000 orang diperkirakan di sana, untuk tinggal sementara. Antartika sudah dijelajahi para petualang sejak abad ke-18, namun benua salju itu sudah dipetakan oleh pelaut Turki Ottoman, Laksamana Piri Reis pada abad ke-16.

Pada tahun 1905, Geografer Swedia, Otto Nordenskjöld menulis, ia tak menyukai musim dingin di Antartika: dingin, gelap, sepi, namun pemandangannya indah. Nordenskjöld menjumpai salju dan es "yang tidak biasa," kadang-kadang bahkan "sangat megah," ia dan rekan-rekan ekspedisinya menulis dalam buku 1905, Antartika dan Dua Tahun Di Antara Es Kutub Selatan.

Meskipun sejauh mata memandang hanya salju, namun Nordenskjöld menemukan keindahan yang tak biasa dibanding salju di Eropa. Ia melihat hamparan putih kosong yang diselingi potongan-potongan biru aneh dan cokelat berlumpur.

Namun perasaan sepilah yang paling menggigit. Anggota tim ekspedisi Otto Nordenskjöld, menghabiskan waktu dengan bermain kartu atau merayakan ulang tahun dengan meriah. Namun tetap merasa kesepian.

Tulisan-tulisan Otto Nordenskjöld muncul pula dalam New England Journal of Medicine, 115 tahun kemudian. Para peniliti sedang menganalisis efek dari “bertapa” di Antartika. Mereka menemukan bahwa kondisi Antartika yang sangat tidak ramah tampaknya menyusutkan otak manusia.

Mengutip Atlas Obscura, penelitian mengenai otak itu berlanjut. Agar manusia di masa depan yang berkeliaran atau berwisata di Antartika, mengetahui risiko sekaligus solusinya.

Coauthor Alexander Stahn, asisten profesor ilmu kedokteran di University of Pennsylvania, bersama dengan kolaborator dari Charité-Universitätsmedizin Berlin, Institut Alfred Wegener, Institut Max Planck untuk Pembangunan Manusia di Berlin, dan lebih banyak mempelajari otak sembilan orang yang menghabiskan 14 bulan menetap di Stasiun Neumayer III di Ekström Ice Shelf yang terisolasi, sebuah wilayah seukuran Puerto Rico, sekitar 5.000 mil di selatan Afrika Barat.

Stasiun yang tampak futuristik, yang dioperasikan oleh Alfred Wegener Institute di Jerman, ditopang dengan 16 tiang, dan terlihat seperti kapal Star Wars. Pemandangan dari jendelanya hanya menawarkan salju dan es tanpa akhir - selimut putih yang rata, menyebar ke segala arah.

Stahn terutama mempelajari efek dari lingkungan ekstrem, seperti ruang, pada tubuh manusia, dan pemikiran manusia terhadap Antartika sebagai analog yang menarik, untuk mempelajari bagaimana lingkungan yang monoton dan interaksi sosial yang terbatas dapat mempengaruhi otak.

Stahn mengatakan mereka yang diteliti adalah tim yang terdiri dari dua insinyur, operator radio, dua ahli geofisika, ahli kimia udara, ahli meteorologi, juru masak, dan seorang dokter. Kegiatan mereka sangat rutin dan konsisten, tanpa melakukan hal-hal lain seperti memcah es. Hari demi hari, rutinitasnya sama.

Sebelum kru berangkat untuk ekspedisi, mereka diperiksa ke dalam mesin MRI dan melihat volume materi abu-abu dan wilayah hippocampus yang dikenal sebagai dentate gyrus. Bagian otak ini berfungsi untuk membentuk ingatan dan menghasilkan neuron baru. Sebagai perbandingan, mereka juga memindai otak sembilan relawan yang tidak akan pergi ke ujung selatan Bumi - sebagai perbandingan.

Seperti banyak orang yang bekerja di lingkungan ekstrem, para peneliti di Neumayer III hidup di dunia kecil. Seluruh fasilitas - termasuk area mekanis, tempat tinggal, laboratorium, ruang rekreasi, penyimpanan, dan lainnya - mencakup sekitar 6.096 meter persegi, sedikit lebih besar dari ukuran apotek. Dan tidak ada tempat lain untuk pergi; di luar terdapat angin bersalju yang berhembus kencang, suhu yang menggigit (serendah -50 derajat Celcius di dekat stasiun ini), dan, hampir sepanjang tahun, kegelapan yang pekat. Ini tidak persis seperti berada di ruang angkasa, tapi itu pasti ekstrem.

Seperti spacefarers, kru Antartika harus menavigasi ruang terbatas dan menumbuhkan kebersamaan, "Masalah besar adalah bahwa itu benar-benar sebuah kelompok kecil, dan sudah saling berbagi cerita mengenai segalanya," kata Stahn.

Beberapa simulasi yang dilakukan mirip dengan anggota kru dari Stasiun Luar Angkasa Internasional, yang beristirahat untuk merawat tanaman atau menonton banyak televisi. Bedanya, para peneliti yang ditempatkan di Antartika memiliki cara mereka sendiri untuk bersantai atau mengeluarkan uap.

Selain Stasiun Neumayer III di Ekström Ice Shelf yang dikomandani Stahn, “tetangga” mereka memiliki beragam untuk menghibur para krunya. Divisi Antartika Australia, misalnya, menyediakan banyak buku, internet, minuman, atau bermain snooker atau panah. Di antara mereka juga ramai-ramai mandi sauna, yang mereka sebut sebagai Klub 200 atau Klub 300.

“Beberapa hub, seperti McMurdo Station National Science Foundation di Pulau Ross, sangat besar dan penuh dengan fasilitas sehingga bisa disebut seperti kota kecil," kata Stahn. Stasiun Davis memiliki perpustakaan, ditambah area untuk bola voli, bulu tangkis, kriket, sepak bola, dan golf, dan area salju di dekat mereka, bisa digunakan untuk snowboarding atau ski.

Tim Stahn mengumpulkan pengukuran Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF) - kemampuan otak untuk berpikir -- selama dan setelah misi. Mereka juga diperiksa dengan mesin MRI setelah tugas Antartika 14 bulan itu selesai. Hasilnya, beberapa bagian otak mereka menyusut  sekitar empat hingga 10 persen. Konsentrasi BDNF turun sebanyak seperempat atau 25 persen.

Penurunan kemampuan otak ini ini berkorelasi dengan menurunnya perhatian dan pemrosesan spasial. Tim Stahn akhirnya menemukan, terus bergerak adalah cara untuk menjaga otak tetap normal. Mempelajari bahasa baru atau mencoba panjat tebing - yang membutuhkan ketangkasan mental dan fisik - semuanya bisa membantu, kata Stahn.

Hasil penelitian Stahn memungkinkan pengunjung atau wisatawan di Antartika mengingat, agar selalu beraktivitas baik pikiran maupun tenaga. Meskipun hamparan salju putih, yang sunyi, dan kadang gelap memicu manusia untuk bermalas-malasan.

Sumber: Tempo.co

Follow Berita Sukabumi Update di Google News
Simak breaking news Sukabumi dan sekitarnya langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita SukabumiUpdate.com WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaXv5ii0LKZ6hTzB9V2W. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Editor :
Berita Terkini
Sukabumi23 Februari 2025, 06:21 WIB

Kabar Duka, Ketua DPC PPP Kabupaten Sukabumi Dedi Damhudi Meninggal Dunia

Dedi Damhudi, Ketua DPC PPP Kabupaten Sukabumi meninggal dunia di salah satu rumah sakit di Bandung.
Ketua DPC PPP Kabupaten Sukabumi Dedi Damhudi meninggal dunia. (Sumber Foto: Istimewa)
Science23 Februari 2025, 06:00 WIB

Prakiraan Cuaca Jawa Barat 23 Februari 2025, Potensi Turun Hujan di Siang Hari

Sebagian besar wilayah Jawa Barat termasuk Sukabumi dan sekitarnya diperkirakan mengalami cuaca berawan hingga hujan pada 23 Februari 2025.
Ilustrasi - Sebagian besar wilayah Jawa Barat termasuk Sukabumi dan sekitarnya diperkirakan mengalami cuaca berawan hingga hujan pada 23 Februari 2025. (Sumber : Pixabay.com/@holgerheinze0)
Kecantikan22 Februari 2025, 22:34 WIB

5 Cara Ampuh Memperbaiki Kulit Berminyak yang Dehidrasi, Bisa di Coba di Rumah

Kulit berminyak yang mengalami dehidrasi mungkin disebabkan oleh kurangnya asupan air atau penggunaan produk perawatan kulit yang tidak tepat.
Ilustrasi cara memperbaiki kulit berminyak yang dehidrasi (Sumber: Freepik/@stockking)
Sukabumi22 Februari 2025, 22:32 WIB

Setelah Autopsi, Samson Sang Preman Simpenan Sukabumi Dimakamkan di TPU Pasir Pogor

Kematian Samson masih menyisakan tanda tanya besar bagi keluarga.
Jenazah Suherlan alias Samson (33 tahun) saat akan dimakamkan di TPU Pasir Pogor, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi, Sabtu (22/2/2025). | Foto: SU/Ilyas Supendi
Kecantikan22 Februari 2025, 22:25 WIB

Kulit Berminyak dan Dehidrasi: Ini 5 Penyebab dan Cara Mengatasinya

Dengan perawatan yang tepat, kulit berminyak yang dehidrasi dapat dikembalikan keseimbangannya. Ingat, hidrasi adalah kunci untuk kulit yang sehat dan bercahaya.
Ilustrasi kulit berminyak dan dehidrasi (Sumber:  Freepik/@KamranAydinov)
Nasional22 Februari 2025, 21:54 WIB

Diduga Dipecat Jadi Guru Pasca Kritik Polisi, Mendikdasmen Diminta Segera Bela Citra Sukatani

Guru merupakan warga negara yang dijamin hak-haknya.
Personel band punk Sukatani. | Foto: X/barengwarga
Life22 Februari 2025, 21:30 WIB

10 Cara Efektif Menghilangkan Noda Pewarna Rambut yang Menempel di Kulit

Mewarnai rambut tidak diragukan lagi merupakan salah satu cara termudah untuk mengubah penampilan. Namun, terkadang, betapapun kerasnya upaya untuk mencegahnya, warna rambut ini dapat meninggalkan bekas pada kulit.
Ilustrasi seorang wanita menggunakan pewarna rambut (Sumber: Freepik/@user18526052)
Sukabumi22 Februari 2025, 21:13 WIB

Tulang Tengkorak Terpotong, 4 Luka pada Wajah Warga Sukabumi yang Tewas di Tangan Adiknya

Tim dokter tidak melakukan tindakan autopsi terhadap jenazah Hendra.
Ketua tim dokter forensik RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi dr Nurul Aida Fathya saat dimintai keterangan oleh wartawan soal kematian Hendra (55 tahun) pada Sabtu (22/2/2025). | Foto: SU/Asep Awaludin
Sehat22 Februari 2025, 21:00 WIB

Panduan Lengkap Mengatasi Sakit Punggung: Penyebab, Cara Mengobati, dan Pencegahannya

Dengan memahami penyebab, pengobatan, dan langkah pencegahan, Anda dapat mengelola sakit punggung secara efektif dan mencegahnya mengganggu aktivitas harian.
Ilustrasi seseorang mengalami sakit punggung (Sumber: Freepik/@stefamerpik)
Sehat22 Februari 2025, 20:30 WIB

Panduan Aman Puasa Intermiten untuk Ibu Menyusui: 8 Tips dan Hal yang Perlu Diperhatikan

Puasa intermiten dapat memberikan manfaat bagi ibu menyusui jika dilakukan dengan benar dan hati-hati. Namun, keamanan dan efektivitasnya bergantung pada kebutuhan tubuh masing-masing ibu dan respons bayi.
Ilustrasi panduan aman puasa intermiten untuk ibu menyusui (Sumber: Freepik/@freepik)